Etika dalam konseling kelompok membahas keberadaan masalah – masalah hukum dan etika dalam konseling kelompok. Tujuannya tidak secara langsung membahas pelatihan pimpinan – pimpinan kelompok karena berbagai macam bentuk kepemimpinan akan di tentukan oleh disiplin yang di miliki oleh pimpinan – pimpinan kelompok yang potensial.
Menurut Ev. Asriningrum, M.K, Etika konseling kelompok berarti suatu aturan .yang harus dilakukan oleh seorang konselor dan hak-hak klien yang harus dilindungi oleh seorang konselor. Dan dia membagi empat etika yang penting dalam konseling kelompok yaitu :
1. Profesional Responsibility. Selama proses konseling berlangsung, seorang konselor harus bertanggung jawab terhadap kliennya dan dirinya sendiri. Artinya konselor harus bertanggung jawab untuk memberi perhatian penuh terhadap klien selama proses konseling.
2. Confidentiality. Konselor harus menjaga kerahasiaan klien.
3. Conveying Relevant Information to The Person In Counseling. Maksudnya klien berhak mendapatkan informasi mengenai konseling yang akan mereka jalani.
4. The Counselor Influence. Konselor mempunyai pengaruh yang besar dalam relasi konseling, sehingga ada beberapa hal yang perlu konselor waspadai yang akan mempengaruhi proses konseling dan mengurangi efektifitas konseling.
Etika kerja kelompok adalah etika – etika yang di setujui yang konsisten dengan komitmen , etika dalam arti yang lebih luas ( politik , moral , dan agama ) yang kita anggap masuk akal dan yang bisa di terapkan oleh klienmaupun pihak pemberi bimbingan. Etika tidak bersifat absolut. Etika bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya . Jika tidak demikian , etika – etika bisa menjadi penghambat dan bukan lagi sebagi suatu penuntun untuk pengembangan kerja dan pengembangan diri. Karena ada beberapa etika yang bersifat universal ( tidak berubah ) dalam bidang hubungan antar manusia , kode etik untuk bidang tersebut diterima sepanjang waktu , yaitu :
1. KEPEMIMPINAN KELOMPOK
Kepemimpinan kelompok berfokus pada pelatihan kepemimpinan kelompok karena standar – standar pelatihan harus menggambarkan tujuan disiplin kerja dengan yang para pimpinan identifikasi. Sementara pelatihan praktisi – praktisi kelompok menerima perhatian yang lebih dalam literatur ini, kebutuhan akan petunjuk – petunjuk yang jelas dan sederhana akan di berikan. Ada kekurangan standar yang di rumuskan dengan baik untuk pelatihan para praktisi – praktisi kelompok untuk bisa menjalankan fungsinya pada berbagai tingkat keahlian dalam berbagai latar belakang yang berbeda. Dan didalam kepemimpinan kelompok ini ada petunjuk – petunjuk yang sangat berguna dan membantu bagi semua atau sebagian besar pimpinan kelompok yaitu :
1. Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai kode etik yang di terima secara umum.
2. Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti telah mengikuti pelatihan yang setaraf dengan praktek kelompok.
3. Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti bahwa kepemimpinannya efektif ( data pasca pelatihan dantindak lanjut setiap anggota menunjukkan bahwa mereka telah mendapat keuntungan menjadi anggotapimpinan kelompok tersebut).
4. Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai model konseptual yang baik untuk menjelaskan perubahan – perubahan tingkah laku.
5. Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai sertifikat – sertifikat , surat ijin surat ijin dan bukti kualifikasi lainnya yang di perlukan yang secara umum diterima oleh disiplin ilmunya.
6. Pimpinan kelompok yang tidak mempunyai surat mandat kerja ( profesional credentials ) seharusnya melaksanakan tugas di bawah pengawasan ( supervisi ) seseorang yang berkualitas dalam bidang kerja tersebut.
7. Pimpinan kelompok seharusnya menghadiri / mengikuti kursus – kursus penyegaran kembali , lokakarya dan sebagainya untuk meningkatkan keterampilan dan keahliannya serta mendapatkan evaluasi dari orang lain tentang keterampilan dan kerjanya.
8. Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai serangkaian aturan dasar yang jelas yang menuntunnya dalam melaksanakan tugas kepemimpinan.
9. Pimpinan kelompok seharusnya paham benar akan undang – undang dan hukum – hukum yang menagtur segala yang bersifat rahasia dan mengetahui situasi dan kondisi yang mana rahasia – rahasia tersebut harus di bocorkan.
10. Pimpinan kelompok seharusnya tidak memihak salah satu anggota yang mempunyai hubungan yang tidak baik dengan anggota lainya.
11. Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai pemahaman yang jelas , yang di kembangkan dari literatur – literatur hukum dan kerja, tentang hak – hak klien dan seharusnya mengetahui bagaimana klien – klien tersebut bisa di lindungi. Pimpinan seharusnya melindungi anggota dari ancaman – ancaman fisik , intimidasi , cercaan dan tekanan teman sejawat.
12. Pimpinan kelompok seharusnya mengetahui permintaan dan harapan lembaga dimana kelompok tersebut berada dengan memperhatikan loyalitas dan kerahasiaan.
13. Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai rencana yang jelas untuk identifikasi dan intervensi dengan para pasien yang berbahaya dan berusaha bunuh diri yang memenuhi syarat – syarat hukum.
2. REKRUTMEN PESERTA KELOMPOK
Standar kerja seperti yang di jelaskan secara detail dalam disiplin pimpinan kelompok seharusnya di penuhi dalam rekrutmen anggota kelompok. Seringkali petujuk – petunjuk ini bersifat lebih eksplist untuk rekrutmen anggota – anggota dengan latar belakang institusional seperti sekolah – sekolah , organisasi usaha dan organisasi industri. Beberapa petunjuk yang berlaku untuk kedua latar belakang di atas adalah sebagai berikut :
1. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tujuan kelompok , panjang dan jangka waktu program serta jumlah partisipan / peserta .
2. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tentang kualifikasi pimpinan untuk memimpin kelompok – kelompok yang di maksud.
3. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tentang honor pimpinan yang merinci jumlah – jumlah untuk jasa kerja , makanan , penginapan , materi dan sejenisnya dan juga jumlah untuk jasa lanjutan.
4. Anggota kelompok seharusnya di paksa untuk masuk dalam suatu kelompok oleh para superior ( senior ) atau pimpinan kelompok.
5. Pernyataan tidak puas yang tidak bisa di tunjukkan dengan bukti ilmiah seharusnya tidak di buat.
3. PENYARINGAN PESERTA KELOMPOK
Semenjak ada bukti bahwa tidak setiap orang bisa mengambil keuntungan dari suatu pengalaman kelompok , pimpinan seharusnya memberlakukakn beberapa bentuk prosedur penyaringan untuk memastikan bahwa calon anggota kelompok memahami apa yang akan diharapakan darinya dan untuk menyeleksi para anggota yang bisa mengambil keuntungan dari program tersebut untuk dirinya sendiri dan partisipan lain. Beberapa petunjuk umum untuk memastikan bahwa kondisi – kondisi / syarat – syarat ini terpenuhi adalah :
1. Calon anggota kelompok seharusnya di hargai atas kemampuannya mendapatkan keuntungan – keuntungan tertentu dari program ( pengalaman ) tersebut.
2. Calon anggota kelompok seharusnya di informasikan bahwa keikutsertaanya haruslah bersifat sukarela ( jika ada perkecualian, harus didata secara lengkap ).
3. Calon anggota kelompok seharusnya di beri tahu tentang apa yang di harapkan dari mereka , resiko – resiko apa yang mungkin muncul dan teknik – teknik apa yang pimpinan akan gunakan.
4. Calon anggota kelompok seharusnya diberitahukan bahwa mereka mempunyai kebebasa untuk keluar dari kelompok tersebut.
5. Calon anggota kelompok seharusnya di beri tahu bahwa mereka mempunyai kebebasan untuk menolak saran atau nasehat dari pimpinan dan angota – anggota kelompok. Dst
4. KERAHASIAAN
Ada kesepakatan umum di antara pimpinan – pimpinan kelompok bahwa kerahasiaan merupakan suatu syarat untuk pengembangan kepercayaan, kohesi dan kerja produktif kelompok dalam konseling kelompok, terapi kelompok dan terapi kuasi kelompok. Beberapa petunjuk umum tentang kerahasiaan adalah sebagai berikut :
1. Pemimpin kelompok seharusnya menahan diri dan membuka data indentitas anggota – anggota kelompok yang tidak perlu ketia mencari konsultasi.
2. Semua data yang di dapat dari anggota kelompok untuk tujuan riset harus di dapatkan hanya setelah anggota – anggota kelompok tersebut memberikan ijri tertulisnya.
3. Pimpinan kelompok harus menyamarkan semua data yang mengidentifikasi anggota – anggota kelompok jika itu di pakai dalam publikasi.
4. Pimpinan kelompok secara berkala seharusnya mengingatkan anggota kelompok tentang pentingnya kerahasiaan dalam kelompok konseling terapi dan terapi kuasi.
5. Pimpinan kelompok seharusnya memberitahu anggota – anggota kelompok tentang batasan – batasan hukum kerahasiaan pimpinan dan anggota kelompok lainnya. Dst
5. PENGHENTIAN DAN TIDAK LANJUT
Kritik utama tentang penghentian tindak lanjut penanganan kelompok konseling, terapi dan terapi kuasi adalah penghentian dalam jangka pendek dan tidak ada tindak lanjut yang di berikan. Situasi ini seringkali terjadi apabila pimpinan kelompok luar kota memberi pelatihan dan terapi pada suatu lokakarya.
6. KELOMPOK TANPA PEMIMPIN
Sampai ada bukti penelitian yang mendukung kelompok terapi dan terapi – kuasi tanpa adanya beberapa pimpinan kerja seharusnya dissssssminimalkan. Khususnya, kelompok – kelompok yang di arahkan dengan intruksi audiotape seharusnya tidak di perbolehkan jika tidak ada seseorang pimpinan yang profesioanal memonitor kelompok tersebut,
7. PROSEDUR UMUM UNTUK MENANGANI TINDAKAN YANG TERCELA YANG TIDAK SESUAI DENGAN KODE ETIK
Biasanya ada prosedur – prosedur tertentu yang di tetapkan oleh gabungan profesional untuk mengatur anggotanya. Kode etik atau standar etika ini tidak hanya merupakan instrumen tetapi juga merupakan kriteria hukum. Maka dari itu kode etik mengatur para profesional untuk mengetahui tanggung jawab etkanya dan mejalankanya dengan baik. Hampir semua kode etik juga memberikan prosedur yang harus diikuti apabila ada seseorang yang terbukti melakukan tindakan yang tercela, tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik yang ada.
TEKNIK-TEKNIK BIMBINGAN KELOMPOK
Menurut Romlah (2001:87-124) ada beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, antara lain : pemberian informasi atau ekspositori, diskusi kelompok, psikodrama, sosiodrama, kerja kelompok, games, dan field trip (karya wisata).
1. Teknik Pemberian Informasi
Teknik pemberian informasi sering disebut juga dengan metode ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi mencakup tiga hal, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
Pada tahap perencanaan ada tiga langkah yang harus dilaksanakan,yaitu:
(a) merumuskan tujuan apa yang hendak dicapai dengan pemberian informasi itu,
(b) menentukan bahan yang akan diberikan berupa fakta, konsep atau generalisasi
(c) menentukan dan memilih contoh-contoh yang tepat sesuai dengan bahan yang diberikan.
Pada tahap pelaksanan, penyajian materi disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Tahap terakhir dari pemberian informasi adalah mengadakan penilaian apakah tujuan sudah tercapai atau belum. Penilaian dapat dilakukan secara lisan dengan menanyakan pendapat siswa mengenai materi yang diterimanya, tetapi juga dapat dilakukan secara tertulis baik dengan tes subjektif ataupun objektif. Teknik pemberian informasi mempunyai keuntungan- keuntungan dan kelemahan-kelemahan tertentu. Beberapa keuntungan dari teknik pemberian informasi antara lain:
(a) Dapat melayani banyak orang
(b) Tidak membutuhkan banyak waktu sehingga efisien
(c) Tidak terlalu banyak memerlukan fasilitas
(d) Mudah dilaksanakan bila dibanding dengan teknik lain.
Sedangkan kelemahannya adalah :
(a) Sering dilaksanakan secara monolog, sehingga membosankan
(b) Individu yang mendengarkan kurang aktif
(c) Memerlukan keterampilan berbicara supaya penjelasan menjadi menarik.
2. Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang telah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan, di bawah pimpinan seorang pemimpin. Di dalam melaksanakan bimbingan kelompok, diskusi kelompok tidak hanya untuk memecahkan masalah, tetapi juga untuk mencerahkan persoalan, serta untuk mengembangkan pribadi.
Dinkmeyer dan Muro (Tatiek Romlah, 2001: 89) menyebutkan tiga macam tujuan diskusi kelompok yaitu :
(a) untuk mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri (self)
(b) untuk mengembangkan kesadaran tentang diri
(c) untuk mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antar manusia.
Pelaksanaan diskusi meliputi tiga langkah, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Pada tahap perencanaan fasilitator/ pemimpin melaksanakan lima hal, yaitu:
(a) merumuskan tujuan diskusi,
(b) menentukan jenis diskusi,
(c) melihat pengalaman dan perkembangan siswa,
(d) memperhitungkan waktu yang telah tersedia,
(e) mengemukakan hasil yang diharapkan dari diskusi.
Pada tahap pelaksanaan, fasilitator memberikan tugas yang harus didiskusikan, waktu yang tersedia untuk mendiskusikan tugas itu, dan memberi tahu cara melaporkan tugas, serta menunjuk pengamat diskusi apabila diperlukan. Pada tahap penilaian, pemimpin kelompok/fasilitator meminta pengamat melaporkan hasil pengamatannya, memberikan komentar mengenai proses diskusi dan membicarakannya dengan kelompok.
3) Psikodrama
Drama ini merupakan permainan peran, berdasarkan kisah nyata salah satu konseli dalam kelompok tersebut. Peran Konselor sebagai pemimpin cukup banyak. Moreno (1953, 1964) menyarankan, bahwa sutradara berperan sebagai produser, fasilitator, pengamat, dan seorang analis. Blatner (1988a) menyatakan lebih lanjut, bahwa seorang direktur seharusnya membangun keterampilannya dalam tiga bidang yang saling tergantung, yaitu:
1. Pengetahuan tentang metode-metode, prinsip-prinsip, dan teknik-teknik.
2. Pemahaman tentang teori kepribadian dan hubungannya dengan pengembangan pembentukan filosofi hidup dan Kematangan serta perkembangan kepribadiannya sendiri.
4) Sosiodrama
Sosiodrama memang hampir serupa dengan psikodrama, sama-sama merupakan permainan peran. Bedanya, sosiodrama mengambil cerita dari permasalahan sosial yang ada. Jadi ceritanya bukan dari permasalahan nyata konseli.
Tekniknya pun hampir sama dengan psikodrama. Manfaat yang bisa diambil dari teknik ini yaitu
1) Dapat mempertinggi perhatian siswa melalui adegan-adegan dan tidak selalu terjadi dalam metode ceramah atau diskusi.
(2) Siswa tidak saja mengerti persoalan sosial psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia, seperti halnya penonton film atau sandiwara, yang ikut hanyut dalam suasana film seperti, ikut menangis pada adegan sedih, rasa marah, emosi, gembira dan lain sebagainya.
(3) Siswa dapat menempatkan diri pada tempat orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain.
5) Kerja Kelompok
Kerja kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegiatan belajar-mengajar dimana siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan pengajaran tertentu. Sebagai metode mengajar, kerja kelompok dapat dipakai untuk mencapai barmacam-macam tujuan pengajaran
Peran konselor dalam proses kerja kelompok hanya memberikan pengaturan awal dan fasilitator terbangunnya kohesivitas kelompok. Konselor pun yang memberikan tujuan terbangunnya kelompok tersebut dan tujuan materi yang hendak dicapai.
6) Games
Penyelenggaraan games ini memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada yang untuk having fun saja, juga untuk penyampaian materi tertentu. Namun, di dalam permainan ini tentu ada pesan yang bisa diambil. Bermain game pada intinya bersifat sosial dan melibatkan belajar dan memenuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri, kontrol emosional,dan adopsi peran-peran pemimpin dan pengikut dari sosialisasi (Serok & Blum, 1983).
7) Field Trip (Karya wisata)
Metode karyawisata berguna bagi siswa untuk membantu mereka memahami kehidupan ril dalam lingkungan beserta segala masalahnya. Misalnya, siswa diajak ke museum, kantor, percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung nilai sejarah/kebudayaan tertentu