Sahabat Hikmah...
Agar Ramadhan semakin indah dan bernilai di sanubari kita dan di hadapan Allah subhanahu wa ta'ala, alangkah baiknya jika kita mengetahui dan mengkaji bersama diantara adab-adab dalam menjalankan puasa Ramadhan.
Dalam kitab-kitab fiqh, para ‘ulama membawakan beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam upaya meraih kesempurnaan puasa kita. Diantara adab yang disunnahkan oleh Rasulullah dalam menjalankan puasa Ramadhan, antara lain:
1. Makan Sahur.
Keberadaan sahur sebagai barakah sangatlah jelas, karena dengan makan sahur berarti mengikuti sunnah, menguatkan badan dalam puasa, serta menambah semangat untuk menunaikan puasa.
Dari Anas bin Malik , bahwa Rasulullah bersabda: “Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat barokah” (HR. Bukhari No. 1923 dan Muslim No. 1095).
Dari Abdullah bin Al-Harits dari seorang sahabat Rasulullah : “Aku masuk menemui Nabi ketika itu beliau sedang makan sahur, beliau bersabda (yang artinya) : “Sesungguhnya makan sahur adalah barakah yang Allah berikan kepada kalian, maka janganlah kalian tinggalkan” [Hadits Riwayat Nasa'i 4/145 dan Ahmad 5/270 sanadnya shahih].
Rasulullah memerintahkan kita untuk makan sahur, karena hal ini merupakan pembeda antara puasa kita dengan puasanya Ahlul Kitab. Dari Amr bin ‘Ash , Rasulullah bersabda (yang artinya) : “Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur” [HR. Muslim 1096].
Allah Ta’ala dan Malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sahur. Mungkin barakah sahur yang tersebar adalah (karena) Allah Ta’ala akan meliputi orang-orang yang sahur dengan ampunan-Nya, memenuhi mereka dengan rahmat-Nya, malaikat Allah Ta’ala memintakan ampunan bagi mereka, berdo’a kepada Allah agar Allah Ta’ala mema’afkan mereka agar mereka termasuk orang-orang yang dibebaskan oleh Allah di bulan Ramadhan.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri , Rasulullah bersabda (yang artinya) : “Sahur itu makanan yang barakah, janganlah kalian meninggalkannya walaupun hanya meneguk setengah air, karena Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sahur” .
Oleh sebab itu seorang muslim hendaknya tidak menyia-nyiakan pahala besar yang diberikan oleh Allah Ta’ala. Dan sahurnya seorang muslim yang paling afdhal adalah kurma.
Bersabda Rasulullah : “Sebaik-baik sahurnya seorang mukmin adalah kurma” (HR. Abu Daud 2/303, Ibnu Hibban 223, Baihaqi 4/237 ).
Barangsiapa yang tidak menemukan kurma, hendaknya bersungguh-sungguh untuk bersahur walau hanya dengan meneguk satu teguk air, karena keutamaan yang disebutkan tadi, dan berdasarkan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr , dimana Rasulullah bersabda: “Makan sahurlah kalian, walaupun dengan seteguk air” (HR Ibnu Hibban 884/223).
Dalam melaksanakan sunnah yang mulia ini, kita perlu menandaskan dalam benak kita sebuah kaidah yang dituntunkan oleh Nabi bahwa sunnah dalam makan sahur adalah mengakhirkan waktunya sampai sesaat sebelum fajar. Hal ini sebagaimana dalil yang diriwayatkan oleh Anas dari Zaid bin Tsabit
“Kami makan sahur bersama Nabi kemudian beliau shalat” Aku tanyakan (kata Anas), “Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?” Zaid bin Tsabit d menjawab, “Kira-kira setara dengan (waktu) membaca 50 ayat Al-Qur’an”(HR. Bukhari 4/118, Muslim 1097).
Batasan waktu sahur adalah terbitnya fajar shiddiq, hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan makan minumlah sehingga terang kepadamu benang putih dari benang hitam yaitu fajar” [Al-Baqarah : 187] , dan juga hadits dari Ibnu Abbas , Rasulullah bersabda :”Fajar itu ada dua; Yang pertama tidak mengharamkan makan (bagi yang puasa), tidak halal shalat ketika itu. Yang kedua mengharamkan makan dan telah dibolehkan shalat ketika terbit fajar tersebut” (Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/210, Al-Hakim 1/191 dan 495, Daruquthni 2/165).
Dari sini jelaslah bagi kita, bahwa adanya kebiasaan mengumandangkan lafadz “Imsaak” di masjid-masjid sebagaimana yang kita dengar, adalah keliru. Karena batas akhir makan sahur adalah terbitnya fajar/dikumandangkannya adzan, bukan dikumandangkannya “Imsaak”. Adapun alasan untuk kehati-hatian (agar tidak kehabisan waktu sahurnya), maka tidak perlu kita terima karena tidak ada tuntunan maupun atsar (jejak sejarah) dari Nabi dan para shahabatnya .
Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah , Nabi bersabda: “Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan padahal gelas ada di tangannya, janganlah ia letakkan hingga memenuhi hajatnya” (HR. Ahmad 2/510, Hakim 1/203,205).
2. Menjaga dari hal-hal yang merusak nilai ibadah puasa.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الصِّيَامَ لَيْسَ مِنَ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ
“Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya puasa itu bukan menahan dari makan dan minum saja, hanyalah puasa yang sebenarnya adalah menahan dari laghwu (ucapan sia-sia) dan rafats (ucapan kotor), maka bila seseorang mencacimu atau berbuat tindakan kebodohan kepadamu katakanlah: ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’.”[Shahih, HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim, lihat kitab Shahih Targhib]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لا تَسَابَّ وَأَنْتَ صَائِمٌ وَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ فَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ وَإِنْ كُنْتَ قَائِمًا فَاجْلِس
Dari Abu Hurairah dari Nabi ia bersabda: “Janganlah kamu saling mancaci (bertengkar mulut) sementara kamu sedang berpuasa. Maka bila seseorang mencacimu katakana saja: ‘Sesungguhnya saya sedang berpuasa’, dan kalau kamu sedang berdiri maka duduklah.” [Shahih, HR Ibnu Khuzaimah: 3/241, Nasa'i dalam Sunan Kubra: 2/241]
Dan Rasulullah juga menyatakan:
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, dan pengamalannya, serta amal kebodohan, maka Allah tidak butuh pada amalannya meninggalkan makan dan minumnya.” [Shahih, HR. Al-Bukhari].
3. Memperbanyak shadaqah, amal kebaikan, berbuat baik kepada orang lain.
Ibnu Abbas berkata, “Nabi adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan, apalagi di bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril. Dulu Jibril menemui beliau setiap malam di bulan Ramadhan sampai selesai. Nabi menghadapkan (mengajarkan) Al-Qur’an kepada Jibril. Jika beliau telah ditemui oleh Jibril –alaihis salam-, maka beliau menjadi orang yang paling pemurah dalam kebaikan dibandingkan angin yang terutus”. [HR. Al-Bukhari (1803)].
Puasa mendidik kita menjadi orang yang bertaqwa, dan ciri-ciri orang yang bertaqwa adalah banyak bershadaqah atau berinfaq baik dalam keadaan lapang maupun sempit.
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran, 3:133-134)
Terutama adalah bershadaqah memberi makan oarang yang berbuka puasa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ (رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صحيح)
“Barangsiapa yang memberi makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.” (HR. At Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits Hasan Shahih”)
4. Banyak berdoa selama berpuasa.
Dalam rangkaian ayat tentang puasa Ramadhan pada Al Quran surat Al Baqarah ayat 183-187, ada ayat khusus berdoa pada ayat 186 yang artinya:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS Al Baqarah 2:186)
Allah subhanahu wata'ala menyelipkan ayat tentang doa pada ayat-ayat puasa agar selama kita berpuasa kita banyak berdoa, dan doa orang yang berpuasa itu lebih dekat dikabulkan, sebagaimana yang dirawikan oleh Imam Abu Daud at-Thayalisi dalam musnadnya, diterima daripada Abdullah bin Umar. Beliau berkata: "Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Bagi orang yang berpuasa itu, seketika dia berbuka adalah doa yang mustajab"
Dalam sebuah hadits dalam musnad Imam Ahmad dan Sunan an-Nasa'i dan Tirmidzi dan Ibnu Majah, diterima daripada Abu Hurairah ra, berkata dia: Berkata Rasulullah saw: "Bertiga yang doanya tidak akan ditolak: imam yang adil, orang yang puasa sampai dia berbuka, dan orang yang teraniaya."
Dan tersebut lagi di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari dari Abu Hurairah: "Permohonan kamu akan dikabulkan oleh Tuhan , selama kamu tidak mendesak-desak. Dia berkata: Aku telah mendoa, tetapi doaku tidak diperkenankan."
Di dalam hadits lain pula, yang dirawikan oleh Bukhari dari hadits Abi Said al-Khudri, bahwa Nabi pernah bersabda: "Tidaklah mendoa muslim dengan doa, yang doa itu tidak dicampuri maksud jahat (dosa) atau memutuskan silaturahmi, melainkan pastilah doa itu akan dikabulkan Tuhan dengan menempuh satu dari tiga cara. Adakalanya doa itu diperkenankan dengan cepat, adakalanya disimpan dahulu untuk persediaannya di hari akhirat, dan aadakalanya dipalingkan daripadanya kejahatan yang seumpamanya."
Terutama sekali adalah pada saat berbuka puasa, doa berbuka puasa yang sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar , bahwa Rasulullah bersabda:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ.
“Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, insya Allah.” [HR. Abu Dawud 2/306]
5. Menyegerakan berbuka puasa.
Ketika seorang telah melihat matahari tenggelam dengan sempurna, maka hendaknya ia segerakan; jangan ditunda, sekalipun belum terdengar adzan. Menyegerakan buka puasa merupakan kebaikan, karena ia adalah bentuk penyelisihan ahlul Kitab yang senang mengakhirkannya.
Nabi bersabda: لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ
“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan buka puasa”. [HR. Bukhari (1957), dan Muslim (1098)]
Ada dua sunnah Nabi yang kadang terlupakan ketika kaum muslimin berbuka, yaitu berbuka sebelum sholat maghrib, dan memakan ruthab (kurma basah lagi segar), atau kurma kering, atau air. Jangan sampai perut kosong sampai usai sholat maghrib.
Anas bin Malik juga berkata, : “Rasulullah berbuka dengan ruthab (kurma basah dan segar), sebelum beliau sholat. Jika tak ada ruthab, maka dengan tamr (kurma kering). Jika tamr juga tak ada,maka beliau meneguk beberapa teguk air”. [HR. Abu Dawud (2356), dan At-Tirmidziy (696). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalamAsh-Shohihah(2840)]
6. Menegakkan shalat malam/shalat Tarawih dengan berjama'ah.
Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang menunaikan shalat pada malam bulan Ramadlan (shalat tarawih) dengan penuh keimanan dan mengharap (pahala dari Allah), maka dosa-dosanya yang lalu akan diampuni."
Shalat tarawih disyari'atkan secara berjama'ah berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha : "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu malam keluar dan shalat di masjid, orang-orang pun ikut shalat bersamanya, dan mereka memperbincangkan shalat tersebut, hingga berkumpullah banyak orang, ketika beliau shalat, mereka-pun ikut shalat bersamanya, mereka meperbincangkan lagi, hingga bertambah banyaklah penghuni masjid pada malam ketiga, Rasulullah Shallalalhu 'alaihi wa sallam keluar dan shalat, ketika malam keempat masjid tidak mampu menampung jama'ah, hingga beliau hanya keluar untuk melakukan shalat Shubuh. Setelah selesai shalat beliau menghadap manusia dan bersyahadat kemudian bersabda (yang artinya) : “ Amma ba'du. Sesungguhnya aku mengetahui perbuatan kalian semalam, namun aku khawatir diwajibkan atas kalian, sehingga kalian tidak mampu mengamalkannya".
[Hadits Riwayat Bukhari 3/220 dan Muslim 761]
7. Memperbanyak Membaca dan Mempelajari Al-Quran.
Ramadhan yang dikenal sebagai syahrul Qur'an adalah kesempatan yang sangat berharga bagi kita untuk memperbanyak tilawah Al-Qur'an. Nama syahrul Qur'an yang melekat pada bulan Ramadhan adalah karena diturunkannya (permulaan) Al-Qur'an pada bulan ini. Sebagaimana firman-Nya:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ
"Bulan Ramadhan, (yakni bulan) yang di dalam-Nya diturunkan Al-Qur'an" (QS. Al-Baqarah : 185)
Rasulullah sendiri memiliki agenda rutin pada bulan Ramadhan bersama Jibril, yakni tadarus. Artinya, Rasulullah membacakan Al-Qur'an yang telah diwahyukan kepada beliau di hadapan malaikat Jibril untuk diverifikasi (secara talaqqi) oleh Jibril, hingga lebih bisa dipastikan tidak ada kekeliruan satu huruf pun di dalamnya.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Rasulullah SAW adalah orang yang paling murah hati, lebih-lebih ketika bertemu Jibril di bulan Ramadhan. Beliau bertemu Jibril pada pada setiap malam bulan Ramadhan untuk tadarus Al-Qur'an" (HR. Bukhari)
Maka tilawah Al-Qur'an, yang di hari biasa saja memiliki keutamaan yang luar biasa, apatah lagi di bulan Ramadhan di mana semua pahala amal kebaikan dilipatgandakan.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم َرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
"Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al Qur’an) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dilipatgandakan dengan sepuluh (pahala). Aku tidak mengatakan Alif Laam Mim adalah satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf." (HR. Tirmidzi)
Beruntunglah jika kita memiliki sebuah komunitas atau jamaah yang memotivasi kita untuk memperbanyak tilawah Al-Qur'an di bulan Ramadhan, misalnya kesepakatan bersama yang menargetkan kita untuk khatam satu kali, dua kali atau lebih dalam bulan Ramadhan.
8. Mengoptimalkan Ibadah pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.
Dari Aisyah RA, “Adalah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya (menjauhi wanita yaitu istri-istrinya karena ibadah, menyingsingkan badan untuk mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya. ”
(HR Bukhari 4/233 dan Muslim 1174).
Ramadhan, bulan yang selalu dirindukan oleh para pencari ampunan. Bulan ini benar-benar penuh ampunan dan berkah. Sehela nafas kita begitu mahal hingga tak boleh sia-sia begitu saja tanpa dzikir kepada Allah. Sedegup jantung kita begitu berarti hingga tak rela berdegup tanpa torehan amal soleh yang menyertainya.
10 hari terakhir yang tersisa di bulan Ramadhan ini ternyata memiliki keistimewaan yaitu terdapatnya malam Lailatul Qadr. Lalu, Apakah itu malam Lalilatul Qadr?
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”(QS al-Qadr:4-5)
Lalu kapan tepatnya malam Lailatul Qadr ini?
“Carilah Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir di bulan
Ramadhan,” (HR Bukhari dan Muslim)
Malam yang begitu mulia ini adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan, dalam artian seseorang yang beribadah di malam ini pahalanya lebih baik daripada ia beribadah seribu bulan.
Menyemarakkan 10 malam terakhir ini, Rasulullah saw biasanya menggiatkan ibadah-ibadahnya antara lain :
- I’tikaf, yaitu berada di masjid. Rasulullah saw melakukan I’tikaf dan menjadikannya budaya yang tidak pernah beliau tinggalkan. Lebih baik lagi disertai dengan ibadah-ibadah lainnya seperti shalat Qiyamul Lail, perbanyak tilawah Al-Qur’an dan dzikrullah. “Dari Ibnu Umar ra. ia berkata, Rasulullah SAW biasa beriktikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
- Rasulullah juga mengajarkan kita untuk berdzikir mengucap ”Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni ”(Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah pemaaf dan menyukai maaf, maka maafkanlah aku) pada malam Lailatul Qadr.
Demikian adab puasa yang hendaknya kita perhatikan. Semoga puasa Ramadhan kita tahun ini lebih baik dari yang sebelumnya. Semoga Allah Ta’ala menerima amal ibadah puasa kita, dan berkenan membalas amalan kita dengan sebaik-baik balasan di sisi-Nya kelak. Aamiin.
Wallahu 'alam bishshowab
O.F.A
(Ditulis berdasar ceramah Ustadz M. Arifin, LC di Masjid Jauharatul Madinah, dan dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar