Kamis, 22 Desember 2011

EVALUASI PROGRAM PERAN GURU PEMBIMBING DALAM KEGIATAN PEMBIASAAN AKHLAK MULIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sebuah kebiasaan yang sudah dijalankan oleh manusia dalam jangka panjang, akan sulit untuk dirubah. Apabila kebiasaan tersebut terlaksana semenjak kecil maka di masa besarnya akan membekas kuat dan sukar untuk dihilangkan. Kebiasaan yang baik ataupun buruk di masa kecilnya, memberikan pola bentuk tingkah laku manusia pada usia dewasanya. Maka pendidikan akhlak yang terpuji melalui pembiasaan berperilaku baik ini, merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran. Selain mata pelajaran pokok yang harus disampaikan untuk para pelajar, pembiasaan juga diprioritaskan sebagai bagian tak terpisahkan dari Kegiatan Belajar Mengajar.
Guru pembimbing memiliki tanggungjawab untuk menjalankan dan melancarkan proses kegiatan pembelajaran melalui pembiasaan berperilaku sesuai kaidah dan dasar-dasar ajaran agama. Kegiatan pembiasaan benar-benar terkait juga dengan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah, yang mana pelaksanaannya juga sangat dan tidak dapat dipisahkan. Pelajar, dan kita juga hidup dengan lingkungan dan kondisi sekeliling yang tidak lepas dari keadaan lingkungan beragam, di mana berbagai macam tingkah laku dan aneka perbuatan terjadi dan hampir menjadi pemandangan keseharian kita.
Kondisi tersebut tentunya akan memberikan akibat serius bagi siswa sekolah, secara langsung maupun tak langsung. Akibat tersebut bisa dengan cepat memberi pengaruh kepada siswa sekolah ataupun pengaruh itu datang setelah beberapa tahun menyaksikan tingkah pola yang kurang sehat bagi perkembangan pemikiran dan pekerti akhlak mulia seorang anak tesrebut. Berdasarkan Teori Belajar Behavioristik, yang dikemukakan oleh Gage dan Berliner yang mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif, sehingga respon atau perilaku tertentu dibentuk menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
  Di SMP Prayatna, banyak ditemukan siswa yang menunjukan akhlak yang tidak terpuji.Di antara mereka terjadi misskomunikasi, tidak saling menghargai, bolos beribadah, suka berbohong dan sebagainya.Ini disebabkan karena:
1. Pengaruh kebiasaan remaja .
2. Orang tua siswa yang tidak selalu bisa mengarahkan akhlak anaknya baik akhlak kepada Allah, kepada sesama temannya, kepada dirinya sendiri dan kepada lingkungan sekitarnya.
3. Pergaulan siswa di luar sekolah dan di luar rumah yang kurang bisa dikendalikan oleh orang tua, yang akhirnya menjadi kebiasaan, apakah itu baik atau buruk.
4. Waktu pergaulan di luar sekolah dan luar rumah yang kadang lebih banyak dari  kegiatan di sekolah.
5. Banyaknya siswa yang masih belum terbiasa melakukan kegiatan mulia, baik di sekolah dan di rumah.
Persoalan utama yang timbul sebenarnya bukan pada bagaimana seorang siswa sekolah tersebut secara mentah menerima dan meniru perbuatan dan tingkah laku yang kadangkala dianggap keliru dari sisi norma masyarakat umumnya, akan tetapi bagaimana supaya semua kejadian buruk dan tingkah laku tidak sehat di tengah masyarakatnya itu bisa menjadi dan memberi dampak positif terhadap daya nalar dalam mempertimbangkan pilihan terbaik untuk dirinya di masa depan. Seakan-akan kita memang merestui kejadian buruk dan tingkah keliru dari anggota masyarakat itu. Tetapi, kita harus menyadari bahwa latar belakang kehidupan manusia sangatlah kompleks dan berisi dengan beraneka cerita masa lalu dan beragam pemikiran anggota masyarakat juga.
Guru dan Orang tua tidak bisa untuk dengan segera dan seketika merubah dan memberi gaya hidup sesuai dengan kode-kode norma ideal yang sesungguhnya. Oleh sebab itu maka dalam perbahasan ini kita diwajibkan untuk menyelenggarakan situasi dan mengkondisikan suasana keseimbangan dan neraca datar, atau kalau bisa melahirkan penilaian lebih baik dalam mengolah karakter masyarakat lingkungan siswa itu sendiri.Dalam hal ini sepantasnya kita lebih aktif dan menyajikan suasana yang kondusif dengan nuansa keseharian ditaburi keindahan akhlak mulia dan akhlak ideal yang didasarkan kepada hukum dan aturan baku agama, yang dalam hal ini adalah agama Islam.
Tidak sedikit dari pendidik yang merasa bersalah dan berhadapan dengan situasi sulit jika sudah menangani akhlak dan tingkah laku sehari-hari siswa, baik di sekolah, maupun mendengar laporan kegiatannya di rumah. Guru, khususnya Guru Pembimbing seolah-olah hanya menjadi penjaga kelas siswa yang tidak bisa memberi peringatan keras dan terpaksa harus diam serta kadang lambat menelusuri dan menyelesaikan kasus dan peristiwa unik para siswanya. Padahal sesungguhnya di tengah masyarakat normatif, peran guru sangat signifikan. Di satu sisi, guru adalah suatu kedudukan atau jabatan.
Kedudukan seorang guru adalah kedudukan yang mulia, tetapi merupakan amanah yang berat yang harus dilaksanakan dengan tepat dan hati-hati. Jangan sampai siswa menjadi korban dari kesewenangan guru, terutama guru Bimbingan Konseling, dalam mendidik siswa. Yang menarik, kedudukan itu bukanlah perhiasan, sehingga jika ia adalah perhiasan, maka kedudukan akan menjadi sesuatu yang indah. (Muhammad Muhyidin, 2003:130).
Program Peran Guru Pembimbing Dalam Kegiatan Pembiasaan Akhlak Mulia Di SMP Praytna   Medan ini akan di evaluasi dengan menggunakan model CIPP (Context, Input, Process, Product) yang diajukan oleh Stufflebeam (1972:73) dalam Tim MKDK Kurikulum dan Pembelajaran (2001:40). Model ini bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang dipakai, serta prosedur dan mekanisme pelaksanaan program.
Dalam mengevaluasi program terlebih dahulu ditentukan apa contect yang ada dalam program tersebut. Kemudian input dan bagaimana proses pelaksanaannya serta yang terakhir product apa yang dihasilkan dari program yang ada di sekolah tersebut.
B.     Rumusan Masalah
Bagaimana peran Guru Pembimbing dalam pelaksanaan kegiatan pembiasan akhlak mulia di SMP Prayatna Medan?
C.    Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan data yang valid dan bersifat empiris tentang bagaimana peran guru pembimbing dalam pelaksanaan kegiatan pembiasaan akhlak mulia di SMP Prayatna Medan.
D.    Manfaat Penelitian
a.       Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat bermanfaat terutama dalam meningkatkan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai Guru Pembimbing di sekolah formal, memberdayakan kegiatan pembiasaan akhlak mulia di sekolah menghadapi kondisi para siswa sekolah seumur remaja yang sudah tidak dapat dipisahkan dari pergaulan di tengah masyarakatnya dengan akhlak yang beraneka ragam.

b. Bagi Siswa
Sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan pembiasaan akhlak mulia yang dibimbing oleh Guru Pembimbing, serta menambah praktik kegiatan positif di sekolah bagi siswa.
c. Bagi Orang tua
Membantu dalam melaksanakan peranan orang tua dalam memberi kegiatan pendidikan kebiasaan akhlak mulia terhadap anak-anaknya, terutama orang tuayang sudah sibuk dengan pekerjaan dan kegiatan di luar rumah, sehingga perhatian terhadap anak-anaknya berkurang.
d. Bagi Sekolah
Manfaat bagi sekolahSMP Prayatna Medan, yaitu bahwa penelitian ini sangat berguna terutama sebagai bahan untuk mendukung dalam pembelajaran akhlak mulia siswa-siswinya.














BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.      Pengertian Evaluasi

Menurut Bryant dan White dalam Kuncoro (1997), evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasikan dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil.
Anderson (dalam Arikunto, 2004 : 1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004 : 1), mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternative keputusan.
            Fungsi utama evaluasi, pertama memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan public. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target, nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan taget dalam hubungan dengan masalah yang dituju yang dapat menganalisis alternative sumber nilai (misalnya kepentingan kelompok) maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (misalnya teknis, ekonomis, legal, social, substantif). Nugroho (2004 : 185) mengatakan bahwa evaluasi akan memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan public.

2. Pengertian Peran Guru Pembimbing.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, Peran merupakan perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yg berkedudukan dl masyarakat. Peran merupakan satuan tugas kegiatan yang dijalankan oleh seseorang, dalam rangka sebuah kegiatan dengan misi dan tujuan tertentu. Sementara itu, Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, dalam Bab I pasal 1, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah, komponen yang paling utama dalam transfer ilmu pengetahuan dan ilmu perilakuadalah guru. Komponen yang terlibat dalam lembaga pendidikan adalah kepala sekolah, wali kelas, guru bidang studi dan guru pembimbing.
Guru pembimbing berhubungan erat dengan adanya proses bimbingan. Bimbingan sendiri memiliki beberapa pengertian dasar. Guru pembimbing terdiri dari dua kata Guru dan Pembimbing. Isjoni dalam bukunya Dilema Guru: Ketika Pengabdian Menuai Kritikan, mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar dan dimaknai sebagai tugas profesi. Dalam pandangan Moh.Uzer Usman (1992), Guru merupakan profesi, jabatan dan pekerjaan yang memerlukan profesi khusus, di mana yang jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh orang sembarangan di luar bidang kependidikan. Jadi pembimbing merupakan orang yang melakukan proses bimbingan atau pembimbingan.
Sedangkan arti bimbingan itu sendiri, dalam buku Bimbingan dan Konseling di Sekolah, bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial. Sementara itu Stoops menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bimbingan adalah suatu proses yang terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun masyarakat”. Menurut Crow & Crow, bimbingan dapat diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita, yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang memadai, kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihannya sendiri dan memikul bebannya sendiri”. Pendapat yang lebih fokus adalah disampaikan oleh Miller yang mendefinisikan bimbingan sebagai suatu proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah, keluarga sertamasyarakat”.
 Berdasarkan pengertian di atas, maka Guru pembimbing adalah seorang guru yang berfungsi sebagai pemberi bimbingan kepada individu atau siswanya, untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah, keluarga serta masyarakat. Atau dengan kalimat lain, guru pembimbing adalah guru yang menjadi pelaku utama dalam suatu proses yang terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun masyarakat.
2. Syarat-syarat Guru Pembimbing
Menjadi guru pembimbing bukanlah hal mudah. Diperlukan tahapantahapan persyaratan pendidikan untuk mendapatkan sertifikat menjadi dan sebagai guru pembimbing.  Menurut Kanthi Puji Solehhati (2005:20), syarat-syarat menjadi guru pembimbing yaitu: pengetahuan, keterampilan, dan sikap/kepribadian, yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengetahuan guru pembimbing atau konselor, yang diperoleh secara:
1) Pendidikan Formal, yaitu sekolah
 2) Pendidikan Non formal, yaitu pengetahuan dari pengalaman bekerja, usaha dan belajar melalui bulletin, surat kabar, brosur, yang sesuai dengan bidang bimbingan dan konseling, yang juga meliputi berbagai ilmu pengetahuan, psikologi, bimbingan dan konseling (Hendrarno, dkk, 1987: 110).
b. Keterampilan-ketrampilan sebagai berikut:
1) Keterampilan antar pribadi, yaitu kemampuan kepribadian untuk membina relasi dengan       klien sehingga klien dapat terlibat dalam proses konseling.
2) Keterampilan mengamati yaitu dimana konselor dituntut untuk sungguh-sungguh sadar akan apa yang sedang dikatakan klien khususnya melalui gerakan tubuh klien, raut muka, intonasi suara, dan ketidaksesuaian antara sikap tubuh dengan ungkapan lesan klien.
3) Keterampilan intervensi yaitu dimana konselor mampu melibatkan klien dalam pemecahan masalah.
4) Keterampilan integrasi yaitu dimana konselor mampu menerapkan strategi-strategi pada situasi-situasi khusus, sambil mengingat konteks budaya dan sosio ekonomis klien (Yeo, 1994: 62-83).
c) Sikap/kepribadian, di antaranya:
1) Pribadi matang dan mampu adaptasi dengan baik.
2) Memahami orang lain secara objektif dan simpatik.
3) Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lainsecara baik dan lancar.
4) Bisa mengerti batasan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.
5) Berminat besar mengenai murid-murid, dan berkeinginan untuk membantu mereka dengan penuh empati.
6) Dewasa secara pribadi, spiritual, mental, sosial, dan fisik.
7) Peka terhadap berbagai sikap dan reaksi.
8) Respek terhadap orang lain.
9) Memiliki kemampuan berkomunikasi.
10) Tidak mementingkan diri sendiri (Wibowo, 1986: 97-98).
3. Tugas Guru Pembimbing :
Guru pembimbing memiliki tugas pokok dan kaitan tanggungjawabnya dalam profesionalisme guru. Sesuai Pedoman Bimbingan Penyuluhan, Buku IIIC (1975) guru pembimbing mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab penuh terhadap jalannya kegiatan program bimbingan dan konseling Menyusun konsep program bimbingan dan konseling bersama kepala sekolah.
b. Menyusun batasan dan garis-garis haluan kebijaksanaan umum mengenai kegiatan bimbingan dan konseling
c. Membantu siswa untuk memahami dan mengadakan penyesuaian pada diri sendiri, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial yang makin semakin berkembang Membuat laporan kegiatan pelaksanaan program sehari-hari.
d. Memberikan laporan kegiatan bimbingan dan konseling kepada kepala sekolah.
e. Menerima dan mengelompokkan informasi pendidikan dan informasi lainnya yang diperoleh dan mengirimkannya sehingga menjadi catatan kumulatif siswa.
f. Menganalisis dan menafsirkan data siswa guna mendapatkan suatu rencana tindakan bimbingan positif terhadap siswa.
g. Memberikan informasi pendidikan dan jabatan kepada siswa-siswa dan menafsirkannya untuk keperluan perencanaan pendidikan dan jabatan.
h. Menyelenggarakan pertemuan staf bimbingan .
i. Melaksanakan bimbingan dan konseling baik secara kelompok maupun secara
perorangan/individual.
j. Mengadakan konsultasi dengan instansi-instansi yang berhubungan dengan program bimbingan dan konseling dan memimpin usaha penyelidikan masyarakat di sekitar sekolah, untuk mengetahui lapangan kerja yang tersedia.
k. Melakukan penelitian berlanjutan terhadap siswa-siswa tamatan sekolahnya dan terhadap siswa yang keluar sebelum tamat serta melakukan usaha penilaian yang lain secara autentik.
l. Bersama guru membantu siswa memilih pengalaman/kegiatan-kegiatan kurikuler yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Membantu guru dalam penyusunan pengalaman belajar dan membuat penyesuaian metode mengajar yang tepat guna dalam mata pelajaran dan kondisi individual siswa.
n. Menyelenggarakan konsultasi dengan orang tua siswa dan mengadakan kunjungan rumah.
o. Mengadakan pembicaraan kasus (case conference)
p. Melakukan wawancara konseling dengan siswa
q. Menyelenggarakan program latihan bagi para petugas bimbingan dan konseling.
r. Mengadakan referal kepada lembaga atau ahli yang lebih berwenang (dalam Wibowo, 1986: 89-90).
4. Kompetensi Guru Pembimbing
Sesuai Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Depdiknas, 2008), kompetensi guru pembimbing tersebut adalah:
a. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani
b. Mengusai landasan teoritik bimbingan dan konseling
c. Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang memandirikan
d. Mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan

B. Masa Remaja Manusia
1. Masa Remaja dan Perkembangannya
Siswa sekolah menengah pertama merupakan masa usia remaja.Dalam buku Psikologi Perkembangan (2009:206), Hurlock menjelaskan bahwa istilah remaja atau adolescence berasal dari kata Latin adolescere yang berarti “tumbuh“ atau “tumbuh menjadi dewasa”. Andi Mappiere merumuskan rentang usia remaja dalam buku Psikologi Remaja (1982:25), bahwa rentangusianya antara 13 sampai 17 tahun untuk remaja awal dan 18 sampai sampai tahun untuk remaja akhir. Masa remaja merupakan masa yang masih labil dan berada dalam titik rawan manusia. Masa remaja berada dalam masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa pancaroba ini memungkinkan adanya ketidakjelasan arah pemikiran dan tingkahlakunya. Kadang menampilkan diri dengan sikap yang seakan-akan sudah dewasa, tetapi, sebenarnya secara mental belum matang dan siap menerima keadaan dirinya sebagai orang dewasa. Tetapi pada saat yang sama, kadang berlaku kekanak-kanakan jika sedang atau dipaksa menghadapi permasalahan hidupnya secara mandiri.
Dalam masa ini, pemaksaan adanya pemandu dan penuntun bisa berarti ancaman bagi
perkembangannya, tetapi sebenarnya manusia usia remaja sangat membutuhkan tuntunan dan pedoman yang jelas untuk arah masa sepannya, meskipun penolakan tentunya ada dan bahkan bersikap keras kepala memaksakan kehendaknya sendiri, tanpa menghiraukan bimbingan dan peringatan guru atau orang tuanya.. Tidak mengherankan jika banyak orang tua yang dibuat kalangkabut menghadapi berbagai kerenah remaja ini.
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Menurut Hurlock (2009:207), remaja memiliki ciri-ciri khusus yang spesifik dalam diri seorang remaja, yaitu :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistk
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Dalam buku Psikologi Perkembangan, Hurlock (2009:10), memberikan rician tugas-tugas perkembangan masa remaja, yaitu :
a. Memperoleh hubungan-hubungan baru dan yang lebih matang dengan yang sebaya dari kedua pria maupun wanita
b. Memperoleh peranan sosial pria dan wanita
c. Menerima fisik dari dan menggunakan badan secara efektif
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab
e. Memperoleh kemandirian diri melepaskan ketergantungan diri dari orang tua dan orang dewasa lainya.
f. Mempersiapkan karier ekonomi
g. Persiapan perkawinan dan kehidupan berkeluarga
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etika sebagai pegangan untuk
berperilaku.

4. Faktor Lingkungan Yang Memberi Pengaruh Bagi Remaja
Dalam buku Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak, Soerjono Soekanto (2004:70), menjelaskan beberapa jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku remaja:
a. Orang tua, saudara-saudara dan kerabat,
b. Kelompok sepermainan.
c. Kelompok pendidikan.
C. Belajar
1. Pengertian Belajar.
Sardiman (2009:20) menyimpulkan bahwa yang disebut dengan belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya. Sedangkan, Muslam, dkk, dalam Teori Belajar Robert M.Gegne (2004:27) dijelaskan bahwa belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Jadi belajar memiliki tiga unsur, yaitu perubahan tingkah laku atau akhlak, adanya latihan atau pengalaman, dan sebelum dikatakan belajar sudah terjadi proses perubahan yang relatif lama.
Perilaku mencakup pengetahuan,pemahaman, ketrampilan, sikap dan sebagainya yang kesemuanya tidak dapat diindentifikasi dalam diri individu, di mana hal tersebut merupakan kecenderungan yang dinamakan perilaku saja. Perilaku dapat diukur lewat behavioral performance yang meliputi kemampuan menjelaskan, menyebutkan sesuatu atau melakukan suatu perbuatan. Individu dapat dikatakan telah menjalani proses belajar meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku.

2. Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip atau konsep-konsep belajar disampaikan oleh Robert M.Gegne, (Muslam, dkk, 2004:28 ) meliputi :
a. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidikan tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.
b. Pengalaman, adanya situasi dari respon secara berulang-ulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan tingkah laku yang dipraktikkan supaya belajar menjadi lebih sempurna dan lebih lama diingat.
c. Penguatan, adanya respon menyenangkan seperti hadiah bagi prestasi belajar tertentu
d. Motivasi positif, percaya diri dalam belajar
e. Tersedia materi pelajaran yang lengkap dan menyeluruh untuk memancing siswa
f. Ada upaya membangkitkan ketrampilan intelektual untuk belajar
g. Ada strategi yang tepat untuk membiasakan anak-anak dalam belajar
h. Aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalampengajaran.
3. Proses Perbuatan Belajar
Sebagaimana dikutip oleh Nana Sudjana dalam bukunya, Dasar-Dasar Belajar Mengajar (2009:46), Gagne berpendapat bahwa terdapat delapan tipe perbuatan yang diidentikkan sebagai perbuatan belajar. Delapan tipe tersebut adalah :
a. Belajar Signal, yang merupakan proses belajar yang paling sederhana yang melibatkan reaksi dan rangsangan saja.
b. Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu memberikan reaksi yang berulang-ulang ketika terjadi suatu penguatan rangsangan. Membiasakan reaksi secara berulang-ulang dan permanen.
c. Belajar membentuk rangkaian, yaitu belajar yang menghubungkan gejala/faktor /yang satu dengan lainnya sehingga membentuk sebuah rangkaian yang berarti.
d. Belajar asosiasi verbal, yaitu memberikan reaksi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, terhadap perangsang yang diterimanya
e. Belajar membedakan hal yang majemuk, yaitu memberikan reaksi yang berbeda terhadap perangsang yang hampir sama sifatnya.
f. Belajar konsep, yaitu menempatkan obyek menjadi satu klasifikasi tertentu di dalam pemikiran dan konsepsi tertentu.
g. Belajar kaedah, yaitu menghubungkan beberapa konsep.
h. Belajar memecahkan masalah dengan cara menggabungkan beberapa kaedah dalam rangka menyelesaikan masalah tertentu.
4. Teori Behavioristik Dalam Proses Belajar
Dalam proses pembelajar atau proses belajar tidak dapat dipisahkan dari adanya psikologi behavioristik. Psikologi Behavioristik mengembangkan sebuah teori belajar yang dinamakan Teori Behavioristik yang merupakan teori dalam pembelajaran yang sudah dikenal lama, menjadi pelopor yang member pengaruh kuat, serta sudah dipergunakan selama beberapa kurun waktu yang lama. Teori ini memiliki dua jenis, pengkondisian klasikal (classical conditioning) yang diperkenalkan oleh Ivan Petrovich Pavlov, seorang fisiolog, psikolog dan dokter dari Rusia, dan pengkondisian operan (operant conditioning) yang dikemukakan oleh Burhus F.Skinner, seorang psikologi berasal dari Amerika. Penjelasan singkat mengenai kedua aliran Behavioristik tersebut sebagai berikut:
a. Aliran Pengkondisian Klasikal
Sebagaimana dikutip oleh Muhammad Asrori, dalam buku Psikologi Pembelajaran (2008:7), Ivan Pavlov menjelaskan dalam sebuah istilah yang dinamakan “Hukum Perkaitan” (Law of Association), di mana seseorang akan mampu mengingat suatu focus tertentu apabila ada semacam kail atau pancingan ingatan yang berhubungan dan berkaitan langsung dengan fokus yang akan diingatnya tersebut. Sebagai misalan, apabila kita melihat kendaraan yang mewah, maka ingatan kita akan mengasosiasikan terhadap pemahaman seketika bahwa pemiliknya adalah orang kaya.
b. Aliran Operan Dalam Pembelajaran
Dalam bukunya yang berjudul “The Behavior of Organism”, yang diterbitkan tahun 1938, Burrhus F.Skinner menyebutkan tentang aliran pengkondisian operan ini. Operan diartikan oleh Skinner sebagai “bertindak ke atas”, yaitu bahwa apabila organisme mendapakan sebuah respon baik,disebabkan oleh adanya tindakan baik atau positif oleh  organisme tersebut. Burrhus mengumpamakan seekor anjing yang mengulang-ulang menjulurkan kakinya ke depan kemudian anjing mendapatkan sesuatu makanan yang enak baginya, maka anjing akan mengulang-ulangnya di masa yang akan datang untuk mendapatkan makanan yang diinginkannya tersebut.Dalam pernyataan berikutnya, Skinner membagi aliran ini dalam beberapa teknik yang bermanfaat dalam proses belajar manusia, yaitu:
1) Pembentukan Respon (Shaping of Behaviour)
2) Generalisasi, diskriminasi dan penghapusan.
3) Jadwal penguatan.
4) Penguatan positif
5) Penguatan Intermiten
6) Penghapusan
7) Percontohan
8) Token economy
D. Pembiasaan
1. Pengertian Pembiasaan
Secara etimologis kata “pembiasaan” berasal dari kata “biasa”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata biasa berati lazim, biasa dan umum, seperti sediakala sebagaimana yang sudah-sudah, sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, sudah menjadi adat, sudah seringkali, sebagai yang sudah-sudah, tidak menyalahi adat, atau tidak aneh. Dengan adanya prefiks “pe” dan suffiks “an” menunjukkan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat berarti suatu proses menjadikan sesuatu tindakan atau perbuatan terbiasa atau bisa dilakukan oleh oleh seseorang, sehingga menjadi suatu tindakan yang tidak aneh
lagi baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya.. Kemudian, definisi lainnya tertulis, Pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa” yang berarti sebagai sedia kala, sebagai yang sudah-sudah, tidak menyalahi adat, atau tidak aneh. (Poerwadarminta, 2007:153). Dengan adanya prefiks “pe” dan suffiks “an” menunjukkan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat berarti suatu prosess menjadikan sesuatu tindakan atau perbuatan terbiasa atau bisa dilakukan oleh seseorang.
2. Pengertian Akhlak Mulia
Secara etimologi, akhlak (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang artinya menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). Dengan pengertian etimologis seperti ini, maka akhlak bukan hanya merupakan tata aturan manusia dengan manusia lainnya, tetapi melibatkan tata perilaku antara manusia dengan Tuhannya, dan bahkan dengan alam semesta. (Yunahar Ilyas, 2001:1).
Imam Ibrahim Anis mendefinisikan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, makna mulia adalah terpuji atau baik. Sehingga akhlak mulia merupakan suatu akhlak yang baik dan terpuji. Dalam Buku Panduan Pembiasaan Akhlak Mulia Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (Depdiknas, Depag, 2009:9) dijelaskan secara rinci, beberapa akhlak yang termasuk dalam bentuk akhlak mulia, di mana siswa dilatih untuk melaksanakanya di sekolah, yaitu:
a. Akhlak kepada Allah
b. Akhlak kepada sesama manusia
c. Akhlak terhadap diri sendiri.
d. Akhlak terhadap lingkungan sekitar
3. Pembiasaan Akhlak Mulia di Sekolah.
Sesuai dengan buku Panduan Pembiasaan Akhlak Mulia Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (Depdiknas, Depag, 2009:25), termasuk materi yang diajarkan di sekolah-sekolah menengah pertama, adalah sebagai berikut
a. Akhlak ketika masuk masjid
b. Akhlak membaca Al Qur’an
c. Akhlak berdo’a
d. Akhlak mulia ketika mendapat nikmat
e. Akhlak mulia ketika ditimpa musibah
f. Akhlak mulia pada orang tua
g. Akhlak mulia pada teman
h. Akhlak mulia kepada guru
i. Akhlak mulia kepada tetangga
j. Akhlak mulia ketika meminjamkan
k. Akhlak mulia ketika berbicara
l. Akhlak ketika bermain
m. Akhlak ketika berjanji
n. Akhlak ketika makan dan minum
o. Akhlak mulia ketika hendak tidur
p. Akhlak muia masuk rumah atau kelas
q. Akhlak ketika di kamar kecil
r. Akhlak ketika buang air kecil atau besar
s. Akhlak ketika berpakaian
t. Akhlak ketika bercermin
u. Akhlak ketika berkendaraan
v. Akhlak ketika belajar
w. Akhlak ketika bersin
x. Akhlak ketika menguap
y. Akhlak ketika meludah
z. Akhlak ketika sakit


BAB III
METODE EVALUASI
A.    Metode Evaluasi
Jenis dan banyaknya variabel sangat mempengaruhi pendekatan penelitian, namun jenis variabel juga dipengaruhi oleh jenis pendekatan. Beberapa factor yang memberi pengaruh signifikan terhadap pendekatan penelitian, yaitu tujuan penelitian, waktu dan dana yang tersedia, tersedianya subyek penelitian, dan minat peneliti. Peneliti menerapkan jenis kuantitatif, yang mana pembahasannnya menggunakan analisa deskriptif sebab mengungkapkan tentang sebuah gambaran, yaitu analisis deskriptif untuk mengungkapkan peran guru pembimbing dalam kegiatan pembiasaan akhlak mulia siswa SMP Prayatna Medan. Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang mendasar pada perhitungan angka-angka atau statistik. (Suharsimi Arikunto, 2007:213).
Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 huruf yang diuraikan sebagai berikut:
a.       Contect evaluation to serve planning decision. Seorang evaluator harus cermat dan tajam memahami konteks evaluasi yang berkaitan dengan merencanakan keputusan, mengidentifikasi kebutuhan, dan merumuskan tujuan program.
b.      Input Evaluation structuring decision. Segala sesuatu yang berpengaruh terhadap proses pelaksanaan evaluasi harus disiapkan dengan benar. Input evaluasi ini akan memberikan bantuan agar dapat menata keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari berbagai alternative yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang, membuat strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur kerja dalam mencapainya.
c.       Process evaluation to serve implementing decision. Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan implementasi suatu program. Ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi ini. Misalnya, apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di lapangan? Dalam proses pelaksanaan program adakah yang harus diperbaiki? Dengan demikian proses pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan diperbaiki.
d.      Product evaluation to serve recycling decision. Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan keputusan apa yang akan dikerjakan berikutnya. Apa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan dengan program yang digulirkan? Apakah memiliki pengaruh dan dampak dengan adanya program tersebut? Evaluasi hasil berkaitan dengan manfaat dan dampak suatu program setelah dilakukan evaluasi secara seksama. Manfaat model ini untuk pengambilan keputusan (decision making) dan bukti pertanggung jawaban (accountability) suatu program kepada masyarakat. Tahapan evaluasi dalam model ini yakni penggambaran (delineating), perolehan atau temuan (obtaining), dan penyediakan (providing) bagi para pembuat keputusan.
TABEL PENELUSURAN DATA DAN INSTRUMEN DATA EVALUASI PROGRAM MENGGUNAKAN MODEL CIPPP
NO
Variabel/Dimensi
Aspek
Kriteria
M.Peng.data
Instrumen
Sumber data
1.
C ( Conteks)
1. Siswa dapat mengetahui Akhlak terhadap Allah
2. siswa dapat mengetahui Akhlak terhadap sesama manusia
3.siswa dapat mengetahui akhlak terhadap diri
sendiri
4.siswa dapat mengetahui Akhlak terhadap lingkungan sekitar

≥ 30




Rendah



Rendah
· Observasi
· Wawancara

Non-tes
Non-tes

· Siswa
· Wali kelas
· Guru bidang studi

2.
 I   (Input)
·   Menentukan siswa yang akan ikut program
·   Menentukan strategi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa
·   Menentukan pada mata pelajaran apa pelaksanaan program dan siapa yang akan menjalankan program
·   Menyediakan media pembelajaran yang akan digunakan
·   Menentukan tempat dan waktu pelaksanaan program

≥ 30
Analisis dokumen

·      DKN
3.
P  ( Proses)
·   Pelaksanaan program 

·   Mencatat respon apa yang diberikan siswa terhadap materi

·   Mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dialami selama program dilaksanakan




4.
P ( Produk )
·   Jumlah siswa yang mengalami perubahan
·   Minat dan motivasi siswa dalam belajar akhlak yg baik
≥ 20
· Observasi
· Wawancara

Non-Tes


   B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di SMP Prayatna Medan
Waktu Penelitian dimulai dari bulan September s.d Desember 2010.
B.     Prosedur dan Kegiatan
Sesuai dari penelitian ini, yaitu penelitian tindakan kelas maka penelitian ini memiliki tahap yang berupa siklus sebagai berikut:
a.       Perencanaan
1.      Mengidentifikasi berbagai hal terkait dengan masalah.
2.      Penelitian perencanaan
3.      Menyusun suatu layanan
4.      Membuat media
b.      Tindakan Hasil
Pada kegiatan ini tindakan dilakukan penilitian bersama guru BK metode bimbingan tehnik belajar pembiasaan akhlak mulia SMA Prayatna Medan. Penerapan cara belajar melalui metode bimbingan tehnik belajar yang bimbingan tehnik belajar pembiasaan akhlak mulia SMA Prayatna Medan untuk meningkatkan ahlak yang dimiliki para siswa.
   D. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Yang dimaksud dengan penelitian adalah penyelidikan suatu masalah secara sistematis, kritis,ilmiah dan formal, yang menggunakan logika proses berpikir eskplisit yang setiap langkahnya dilakukan secara terbuka sehingga dapat dikaji kembali, baik oleh yang bersngkutan maupun oleh orang lain, dan informasinya dikumpulkan secara sistematis dan obyektif. Penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu obyek, dengan menggunakan metode tertentu untuk memperoleh data informasi yang bermanfaat. (Suharsimi Arikunto, dkk,2009:53).
Definisi populasi menurut Sugiyono (2008:80) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut Suharsimi, populasi adalah sebagai sejumlah penduduk atau individu yang sedikitnya memiliki sifat yang sama (Suharsimi Arikunto, 2002). Dengan dasar definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuhan, nilai atau peristiwa sebagai sumber data.
Populasi dalam penelitian iniadalah seluruh siswa SMP Prayatna Medan berjumlah 85 siswa.
Tabel 1. Populasi seluruh Peserta Didik SMP Prayatna Medan
NO
KELAS
L
P
TOTAL
1
VII



2
VIII



3
IX-A



4
IX-B









2. Sampel
Sugiyono (2008:81) mendefinisikan sampel sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi, sehingga sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif.  Sampel diharuskan representatif, sebab supaya hasil
penelitian benar-benar realitas yang sebenarnya, bukan sangkaan atau perkiraan sepihak, yang menyimpulkan hanya sebagian atau bagian tertentu dari sebuah
obyek penelitian. Dan besarnya jumlah sampel penelitian menurut Sugiyono (2006:62) dapat menggunakan table Krejcie. Berdasarkan table Krejcie dengan jumlah peserta didik orang, maka sampel yang diambil sebanyak orang peserta didik. Adapun rincian sampel nya adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Sampel Peserta Didik SMP Prayatna Medan
NO
KELAS
POPULASI
SAMPEL
1
VII


2
VIII


3
IX-A


4
IX-B


JUMLAH




E.     Pengumpulan Data
a.                 Observasi adalah suatu tehnik dalam mempelajari jenis tingkah laku secara individual.tehnik yang maksud ialah melihat apa yang dilaksanakan seseorang (individu) dalam suatu situasi tertentu atau situasi yang bebas. 
b.                 Pengertian Wawancara menurut sainuddin adalah tanya-jawab dengan seseorang untuk       mendapatkan keterangan atau pendapatnya tentang suatu hal atau masalah.
Dalam pengertian jurnalistik, wawancara adalah suatu percakapan terpimpin dan tercatat atau suatu percakapan secara tatap mula dimana seseorang mendapat informasi dari orang lain.
Wawancara adalah kegiatan pencarian informasi dengan cara menanyakan secara mendetail dan mendalam memancing dengan pernyataan maupun mengkonfirmasi suatu hal, agar dapat diperoleh gambaran yang utuh tentang narasumber atau peristiwa maupun isu tertentu.
1.       Defenisi dimensi/aspek
a.       Variabel Penelitian
Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya dinamakan variabel. (Sugiyono,2008:60). Menurut Suharsimi Arikunto (2002), variabel adalah gejala yang bervariasi dan yang menjadi obyek penelitian.. Variabel bebas adalah unsur yang mempengaruhi munculnya unsure lainnya. Variabel terikat adalah unsur yang munculnya dipengaruhi oleh adanya variabel lain.
2.      Insrument
-           Tes adalah penilian yang dilakukan dengan mempergunakan test atau yang telah ditentukan terlebih dahulu.
-          Non tes adalah tehnik ini tidak menggunakan test
3.      Responde/sumber
a.       Siswa
Dari siswa dipeloreh data langsung. Siswa berjumlah 85 siswa
b.      Wali Kelas
Wali kelas menjadi nara sumber siswa.untuk menganalisis data-data siswa
c.       Guru bidang studi
Guru bidang studi nara sumber nilai keseharian para siswa
F.     Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif Analisis deskriptif menggunakan rumus prosentase. Data yang diperoleh dari angket dianalisis untuk dideskripsikan variabel dengan menggunakan rumus prosentase, sebagai berikut:
P% = X 100%
Keterangan :
50
n = Nilai yang didapat
N = Nilai total (Sutrisno Hadi, 1997)
Hasil penelitian prosentase dilakukan dengan menghitung prosentase setiap indikator instrument dan setiap nomor item instrument penelitian. Hasil perhitungan prosentase, kemudian dikonsultasikan dengan criteria sebagai berikut :
77 % - 100 % = sangat baik
57 % - 76 % = cukup baik
41 % - 56 % = kurang baik
0 % - 40 % = tidak baik (Suharsimi Arikunto, 1997).
G.    Kreteria Keberhasilan
Kreteria keberhasilan program yang digunakan dengan kreteria kuantitatif.kondisi maksimal
yang diharapkan untuk peningkatan program peran guru pembimbingdalam kegiatan pembiasaan akhlak mulia di SMP Praytna Medan.
77 % - 100 % = sangat baik
57 % - 76 % = cukup baik
41 % - 56 % = kurang baik
0 % - 40 % = tidak baik (Suharsimi Arikunto, 1997).












DAFTAR PUSTAKA
1. A.Hassan, 1978, Tafsir Al Furqon, Jakarta:Penerbit Persatuan Bangil
2. Depdiknas, 2008, Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan Dan Konseling Dalam
Jalur Pendidikan Formal. Diunduh dari halaman web http://file.upi.edu/Direktori/A
3. Hana binti Abdul Aziz Ash-Shani, 2007, Agar Anakmu Shalat Selalu, Klaten:Wafa
Press
4. I.Djumhur dan Moh.Surya, 1975, Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
Bandung:CV.Ilmu
5. Kanthi Puji Solehhati, 2005, Persepsi Klien Tentang Keefektifan Konselor Dalam
Melaksanakan Konseling Individual Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan, Pengalaman
Kerja Dan Gender Konselor Di Sma Negeri Se-Kota Semarang Tahun Ajaran
2004/2005
6. Muhammad Muhyidin, 2003, Bijak Mendidik Anak dan Cerdas Memahami Orang Tua,
Jakarta:PT.Lentera Basritama
7. Muslam, 2004, Amdjad dan Asma’ul Husna, Teori Belajar Robert M. Gegne,
Semarang:PKPI2
8. Sardiman, 2009, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:Rajawali Press
9. Soerjono Soekanto, 2004, Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan
Anak, Jakarta:Penerbit Rineka Cipta
10. Sugiyono, 2008, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
Bandung:Alfabeta
wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik, 17 Agustus 2010, 21.13 WIB

2 komentar: