BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sebuah kebiasaan
yang sudah dijalankan oleh manusia dalam jangka panjang, akan sulit untuk
dirubah. Apabila kebiasaan tersebut terlaksana semenjak kecil maka di masa
besarnya akan membekas kuat dan sukar untuk dihilangkan. Kebiasaan yang baik
ataupun buruk di masa kecilnya, memberikan pola bentuk tingkah laku manusia
pada usia dewasanya. Maka pendidikan akhlak yang terpuji melalui pembiasaan
berperilaku baik ini, merupakan salah satu bagian dari proses pembelajaran.
Selain mata pelajaran pokok yang harus disampaikan untuk para pelajar,
pembiasaan juga diprioritaskan sebagai bagian tak terpisahkan dari Kegiatan
Belajar Mengajar.
Guru pembimbing
memiliki tanggungjawab untuk menjalankan dan melancarkan proses kegiatan
pembelajaran melalui pembiasaan berperilaku sesuai kaidah dan dasar-dasar
ajaran agama. Kegiatan pembiasaan benar-benar terkait juga dengan proses
kegiatan belajar mengajar di sekolah, yang mana pelaksanaannya juga sangat dan
tidak dapat dipisahkan. Pelajar, dan kita juga hidup dengan lingkungan dan
kondisi sekeliling yang tidak lepas dari keadaan lingkungan beragam, di mana
berbagai macam tingkah laku dan aneka perbuatan terjadi dan hampir menjadi
pemandangan keseharian kita.
Kondisi tersebut
tentunya akan memberikan akibat serius bagi siswa sekolah, secara langsung
maupun tak langsung. Akibat tersebut bisa dengan cepat memberi pengaruh kepada
siswa sekolah ataupun pengaruh itu datang setelah beberapa tahun menyaksikan
tingkah pola yang kurang sehat bagi perkembangan pemikiran dan pekerti akhlak
mulia seorang anak tesrebut. Berdasarkan Teori Belajar Behavioristik, yang
dikemukakan oleh Gage dan Berliner yang mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif, sehingga respon atau perilaku tertentu dibentuk
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Di SMP Prayatna, banyak ditemukan siswa yang
menunjukan akhlak yang tidak terpuji.Di antara mereka terjadi misskomunikasi,
tidak saling menghargai, bolos beribadah, suka berbohong dan sebagainya.Ini
disebabkan karena:
1. Pengaruh
kebiasaan remaja .
2. Orang
tua siswa yang tidak selalu bisa mengarahkan akhlak anaknya baik akhlak kepada Allah,
kepada sesama temannya, kepada dirinya sendiri dan kepada lingkungan
sekitarnya.
3.
Pergaulan siswa di luar sekolah dan di luar rumah yang kurang bisa dikendalikan
oleh orang tua, yang akhirnya menjadi kebiasaan, apakah itu baik atau buruk.
4. Waktu
pergaulan di luar sekolah dan luar rumah yang kadang lebih banyak dari kegiatan di sekolah.
5.
Banyaknya siswa yang masih belum terbiasa melakukan kegiatan mulia, baik di
sekolah dan di rumah.
Persoalan utama
yang timbul sebenarnya bukan pada bagaimana seorang siswa sekolah tersebut
secara mentah menerima dan meniru perbuatan dan tingkah laku yang kadangkala
dianggap keliru dari sisi norma masyarakat umumnya, akan tetapi bagaimana
supaya semua kejadian buruk dan tingkah laku tidak sehat di tengah masyarakatnya
itu bisa menjadi dan memberi dampak positif terhadap daya nalar dalam
mempertimbangkan pilihan terbaik untuk dirinya di masa depan. Seakan-akan kita
memang merestui kejadian buruk dan tingkah keliru dari anggota masyarakat itu.
Tetapi, kita harus menyadari bahwa latar belakang kehidupan manusia sangatlah
kompleks dan berisi dengan beraneka cerita masa lalu dan beragam pemikiran
anggota masyarakat juga.
Guru dan Orang
tua tidak bisa untuk dengan segera dan seketika merubah dan memberi gaya hidup
sesuai dengan kode-kode norma ideal yang sesungguhnya. Oleh sebab itu maka
dalam perbahasan ini kita diwajibkan untuk menyelenggarakan situasi dan
mengkondisikan suasana keseimbangan dan neraca datar, atau kalau bisa
melahirkan penilaian lebih baik dalam mengolah karakter masyarakat lingkungan
siswa itu sendiri.Dalam hal ini sepantasnya kita lebih aktif dan menyajikan
suasana yang kondusif dengan nuansa keseharian ditaburi keindahan akhlak mulia
dan akhlak ideal yang didasarkan kepada hukum dan aturan baku agama, yang dalam
hal ini adalah agama Islam.
Tidak sedikit
dari pendidik yang merasa bersalah dan berhadapan dengan situasi sulit jika
sudah menangani akhlak dan tingkah laku sehari-hari siswa, baik di sekolah,
maupun mendengar laporan kegiatannya di rumah. Guru, khususnya Guru Pembimbing
seolah-olah hanya menjadi penjaga kelas siswa yang tidak bisa memberi
peringatan keras dan terpaksa harus diam serta kadang lambat menelusuri dan
menyelesaikan kasus dan peristiwa unik para siswanya. Padahal sesungguhnya di tengah
masyarakat normatif, peran guru sangat signifikan. Di satu sisi, guru adalah
suatu kedudukan atau jabatan.
Kedudukan
seorang guru adalah kedudukan yang mulia, tetapi merupakan amanah yang berat
yang harus dilaksanakan dengan tepat dan hati-hati. Jangan sampai siswa menjadi
korban dari kesewenangan guru, terutama guru Bimbingan Konseling, dalam
mendidik siswa. Yang menarik, kedudukan itu bukanlah perhiasan, sehingga jika
ia adalah perhiasan, maka kedudukan akan menjadi sesuatu yang indah. (Muhammad Muhyidin,
2003:130).
Program
Peran Guru Pembimbing Dalam Kegiatan Pembiasaan Akhlak Mulia
Di SMP Praytna Medan ini akan di evaluasi dengan menggunakan model CIPP (Context,
Input, Process, Product) yang diajukan oleh Stufflebeam (1972:73) dalam
Tim MKDK Kurikulum dan Pembelajaran (2001:40). Model ini bertitik tolak pada
pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program
dan peralatan yang dipakai, serta prosedur dan mekanisme pelaksanaan program.
Dalam mengevaluasi program terlebih dahulu ditentukan apa contect yang
ada dalam program tersebut. Kemudian input dan bagaimana proses pelaksanaannya
serta yang terakhir product apa yang dihasilkan dari program yang ada di
sekolah tersebut.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimana peran Guru
Pembimbing dalam pelaksanaan kegiatan pembiasan akhlak mulia di SMP Prayatna
Medan?”
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari
diadakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan data yang valid dan bersifat
empiris tentang bagaimana peran guru pembimbing dalam pelaksanaan kegiatan
pembiasaan akhlak mulia di SMP Prayatna Medan.
D. Manfaat
Penelitian
a.
Bagi
Peneliti
Penelitian ini
sangat bermanfaat terutama dalam meningkatkan kompetensi dalam melaksanakan tugas
sebagai Guru Pembimbing di sekolah formal, memberdayakan kegiatan pembiasaan
akhlak mulia di sekolah menghadapi kondisi para siswa sekolah seumur remaja
yang sudah tidak dapat dipisahkan dari pergaulan di tengah masyarakatnya dengan
akhlak yang beraneka ragam.
b. Bagi
Siswa
Sebagai pedoman
dalam melaksanakan kegiatan pembiasaan akhlak mulia yang dibimbing oleh Guru
Pembimbing, serta menambah praktik kegiatan positif di sekolah bagi siswa.
c. Bagi
Orang tua
Membantu dalam
melaksanakan peranan orang tua dalam memberi kegiatan pendidikan kebiasaan
akhlak mulia terhadap anak-anaknya, terutama orang tuayang sudah sibuk dengan
pekerjaan dan kegiatan di luar rumah, sehingga perhatian terhadap anak-anaknya
berkurang.
d. Bagi
Sekolah
Manfaat bagi
sekolahSMP Prayatna Medan, yaitu bahwa penelitian ini sangat berguna terutama
sebagai bahan untuk mendukung dalam pembelajaran akhlak mulia siswa-siswinya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian
Evaluasi
Menurut
Bryant dan White dalam Kuncoro (1997), evaluasi adalah upaya untuk
mendokumentasikan dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi. Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil.
Anderson
(dalam Arikunto, 2004 : 1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan
hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung
tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004 : 1),
mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan
pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan
alternative keputusan.
Fungsi
utama evaluasi, pertama memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya
mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan
yang telah dicapai melalui tindakan public. Kedua, evaluasi memberi
sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
pemilihan tujuan dan target, nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan
mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara
sistematis kepantasan tujuan dan taget dalam hubungan dengan masalah yang
dituju yang dapat menganalisis alternative sumber nilai (misalnya kepentingan
kelompok) maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (misalnya
teknis, ekonomis, legal, social, substantif). Nugroho (2004 : 185) mengatakan
bahwa evaluasi akan memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai
kinerja kebijakan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang
telah dicapai melalui tindakan public.
2. Pengertian Peran Guru Pembimbing.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia Online, Peran merupakan perangkat tingkah yg diharapkan
dimiliki oleh orang yg berkedudukan dl masyarakat. Peran merupakan
satuan tugas kegiatan yang dijalankan oleh seseorang, dalam rangka sebuah
kegiatan dengan misi dan tujuan tertentu. Sementara itu, Undang-Undang Republik
Indonesia, Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, dalam Bab I pasal 1,
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam proses kegiatan
belajar mengajar di sekolah, komponen yang paling utama dalam transfer ilmu
pengetahuan dan ilmu perilakuadalah guru. Komponen yang terlibat dalam lembaga
pendidikan adalah kepala sekolah, wali kelas, guru bidang studi dan guru
pembimbing.
Guru pembimbing
berhubungan erat dengan adanya proses bimbingan. Bimbingan sendiri memiliki
beberapa pengertian dasar. Guru pembimbing terdiri dari dua kata Guru dan
Pembimbing. Isjoni dalam bukunya Dilema Guru: Ketika Pengabdian
Menuai Kritikan, mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Guru diartikan
sebagai orang yang pekerjaannya mengajar dan dimaknai sebagai tugas profesi.
Dalam pandangan Moh.Uzer Usman (1992), Guru merupakan profesi, jabatan dan
pekerjaan yang memerlukan profesi khusus, di mana yang jenis pekerjaan ini
tidak dapat dilakukan oleh orang sembarangan di luar bidang kependidikan. Jadi
pembimbing merupakan orang yang melakukan proses bimbingan atau pembimbingan.
Sedangkan arti
bimbingan itu sendiri, dalam buku Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk
menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi
dan kemanfaatan sosial. Sementara itu Stoops menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
bimbingan adalah suatu proses yang terus menerus dalam membantu perkembangan
individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat
yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun masyarakat”. Menurut Crow &
Crow, bimbingan dapat diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh seseorang
baik pria maupun wanita, yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang
memadai, kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya
mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah
pandangannya sendiri, membuat pilihannya sendiri dan memikul bebannya sendiri”.
Pendapat yang lebih fokus adalah disampaikan oleh Miller yang mendefinisikan
bimbingan sebagai suatu proses bantuan terhadap individu untuk mencapai
pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri
secara maksimal kepada sekolah, keluarga sertamasyarakat”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka Guru
pembimbing adalah seorang guru yang berfungsi sebagai pemberi bimbingan kepada
individu atau siswanya, untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang
dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah,
keluarga serta masyarakat. Atau dengan kalimat lain, guru pembimbing adalah
guru yang menjadi pelaku utama dalam suatu proses yang terus menerus dalam
membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal
dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun
masyarakat.
2. Syarat-syarat Guru Pembimbing
Menjadi guru
pembimbing bukanlah hal mudah. Diperlukan tahapantahapan persyaratan pendidikan
untuk mendapatkan sertifikat menjadi dan sebagai guru pembimbing. Menurut Kanthi Puji Solehhati (2005:20), syarat-syarat
menjadi guru pembimbing yaitu: pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/kepribadian, yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengetahuan guru pembimbing atau konselor, yang
diperoleh secara:
1) Pendidikan Formal, yaitu sekolah
2) Pendidikan
Non formal, yaitu pengetahuan dari pengalaman bekerja, usaha dan belajar melalui
bulletin, surat kabar, brosur, yang sesuai dengan bidang bimbingan dan
konseling, yang juga meliputi berbagai ilmu pengetahuan, psikologi, bimbingan
dan konseling (Hendrarno, dkk, 1987: 110).
b. Keterampilan-ketrampilan sebagai berikut:
1) Keterampilan antar pribadi, yaitu kemampuan
kepribadian untuk membina relasi dengan klien sehingga klien dapat terlibat dalam
proses konseling.
2) Keterampilan mengamati yaitu dimana konselor
dituntut untuk sungguh-sungguh sadar akan apa yang sedang dikatakan klien
khususnya melalui gerakan tubuh klien, raut muka, intonasi suara, dan
ketidaksesuaian antara sikap tubuh dengan ungkapan lesan klien.
3) Keterampilan intervensi yaitu dimana konselor mampu
melibatkan klien dalam pemecahan masalah.
4) Keterampilan integrasi yaitu dimana konselor mampu
menerapkan strategi-strategi pada situasi-situasi khusus, sambil mengingat
konteks budaya dan sosio ekonomis klien (Yeo, 1994: 62-83).
c) Sikap/kepribadian, di antaranya:
1)
Pribadi matang dan mampu adaptasi dengan baik.
2)
Memahami orang lain secara objektif dan simpatik.
3) Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang
lainsecara baik dan lancar.
4)
Bisa mengerti batasan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.
5) Berminat besar mengenai murid-murid, dan
berkeinginan untuk membantu mereka dengan penuh empati.
6) Dewasa secara pribadi, spiritual, mental, sosial,
dan fisik.
7) Peka terhadap berbagai sikap dan reaksi.
8) Respek terhadap orang lain.
9) Memiliki kemampuan berkomunikasi.
10) Tidak mementingkan diri sendiri (Wibowo, 1986:
97-98).
3. Tugas Guru Pembimbing :
Guru pembimbing
memiliki tugas pokok dan kaitan tanggungjawabnya dalam profesionalisme guru.
Sesuai Pedoman Bimbingan Penyuluhan, Buku IIIC (1975) guru pembimbing
mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab penuh terhadap jalannya kegiatan
program bimbingan dan konseling Menyusun konsep program bimbingan dan konseling
bersama kepala sekolah.
b. Menyusun batasan dan garis-garis haluan
kebijaksanaan umum mengenai kegiatan bimbingan dan konseling
c. Membantu siswa untuk memahami dan mengadakan
penyesuaian pada diri sendiri, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial yang
makin semakin berkembang Membuat laporan kegiatan pelaksanaan program
sehari-hari.
d. Memberikan laporan kegiatan bimbingan dan konseling
kepada kepala sekolah.
e. Menerima dan mengelompokkan informasi pendidikan
dan informasi lainnya yang diperoleh dan mengirimkannya sehingga menjadi
catatan kumulatif siswa.
f. Menganalisis dan menafsirkan data siswa guna
mendapatkan suatu rencana tindakan bimbingan positif terhadap siswa.
g. Memberikan informasi pendidikan dan jabatan kepada
siswa-siswa dan menafsirkannya untuk keperluan perencanaan pendidikan dan
jabatan.
h. Menyelenggarakan pertemuan staf bimbingan .
i. Melaksanakan bimbingan dan konseling baik secara
kelompok maupun secara
perorangan/individual.
j. Mengadakan konsultasi dengan instansi-instansi yang
berhubungan dengan program bimbingan dan konseling dan memimpin usaha
penyelidikan masyarakat di sekitar sekolah, untuk mengetahui lapangan kerja
yang tersedia.
k. Melakukan penelitian berlanjutan terhadap
siswa-siswa tamatan sekolahnya dan terhadap siswa yang keluar sebelum tamat
serta melakukan usaha penilaian yang lain secara autentik.
l. Bersama guru membantu siswa memilih
pengalaman/kegiatan-kegiatan kurikuler yang sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya. Membantu guru dalam penyusunan pengalaman belajar dan membuat penyesuaian
metode mengajar yang tepat guna dalam mata pelajaran dan kondisi individual
siswa.
n. Menyelenggarakan konsultasi dengan orang tua siswa
dan mengadakan kunjungan rumah.
o. Mengadakan pembicaraan kasus (case conference)
p. Melakukan wawancara konseling dengan siswa
q. Menyelenggarakan program latihan bagi para petugas
bimbingan dan konseling.
r. Mengadakan referal kepada lembaga atau ahli yang
lebih berwenang (dalam Wibowo, 1986: 89-90).
4. Kompetensi Guru Pembimbing
Sesuai Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan Dan
Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Depdiknas, 2008), kompetensi guru
pembimbing tersebut adalah:
a. Memahami secara mendalam konseli yang hendak
dilayani
b. Mengusai landasan teoritik bimbingan dan konseling
c. Menyelenggarakan bimbingan dan konseling yang
memandirikan
d.
Mengembangkan pribadi dan profesionalitas secara berkelanjutan
B.
Masa Remaja Manusia
1.
Masa Remaja dan Perkembangannya
Siswa sekolah menengah pertama merupakan masa usia
remaja.Dalam buku Psikologi Perkembangan (2009:206), Hurlock menjelaskan bahwa
istilah remaja atau adolescence berasal dari kata Latin adolescere yang berarti
“tumbuh“ atau “tumbuh menjadi dewasa”. Andi Mappiere merumuskan rentang usia
remaja dalam buku Psikologi Remaja (1982:25), bahwa rentangusianya antara 13
sampai 17 tahun untuk remaja awal dan 18 sampai sampai tahun untuk remaja
akhir. Masa remaja
merupakan masa yang masih labil dan berada dalam titik rawan manusia. Masa
remaja berada dalam masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa
pancaroba ini memungkinkan adanya ketidakjelasan arah pemikiran dan
tingkahlakunya. Kadang menampilkan diri dengan sikap yang seakan-akan sudah
dewasa, tetapi, sebenarnya secara mental belum matang dan siap menerima keadaan
dirinya sebagai orang dewasa. Tetapi pada saat yang sama, kadang berlaku
kekanak-kanakan jika sedang atau dipaksa menghadapi permasalahan hidupnya
secara mandiri.
Dalam masa ini, pemaksaan adanya pemandu dan
penuntun bisa berarti ancaman bagi
perkembangannya,
tetapi sebenarnya manusia usia remaja sangat membutuhkan tuntunan dan pedoman
yang jelas untuk arah masa sepannya, meskipun penolakan tentunya ada dan bahkan
bersikap keras kepala memaksakan kehendaknya sendiri, tanpa menghiraukan
bimbingan dan peringatan guru atau orang tuanya.. Tidak mengherankan jika
banyak orang tua yang dibuat kalangkabut menghadapi berbagai kerenah remaja
ini.
2.
Ciri-ciri Masa Remaja
Menurut
Hurlock (2009:207), remaja memiliki ciri-ciri khusus yang spesifik dalam diri
seorang remaja, yaitu :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
c.
Masa remaja sebagai periode perubahan
d.
Masa remaja sebagai usia bermasalah
e.
Masa remaja sebagai masa mencari identitas
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistk
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Dalam buku Psikologi Perkembangan, Hurlock
(2009:10), memberikan rician tugas-tugas perkembangan masa remaja, yaitu :
a. Memperoleh hubungan-hubungan baru dan yang lebih
matang dengan yang sebaya dari kedua pria maupun wanita
b. Memperoleh peranan sosial pria dan wanita
c.
Menerima fisik dari dan menggunakan badan secara efektif
d.
Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab
e.
Memperoleh kemandirian diri melepaskan ketergantungan diri dari orang tua dan
orang dewasa lainya.
f. Mempersiapkan karier ekonomi
g. Persiapan perkawinan dan kehidupan berkeluarga
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etika sebagai
pegangan untuk
berperilaku.
4. Faktor Lingkungan Yang Memberi Pengaruh Bagi Remaja
Dalam buku Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal
Keluarga, Remaja dan Anak, Soerjono Soekanto (2004:70), menjelaskan
beberapa jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku remaja:
a. Orang tua, saudara-saudara dan kerabat,
b. Kelompok sepermainan.
c. Kelompok pendidikan.
C. Belajar
1. Pengertian Belajar.
Sardiman
(2009:20) menyimpulkan bahwa yang disebut dengan belajar adalah perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya. Sedangkan, Muslam,
dkk, dalam Teori Belajar Robert M.Gegne (2004:27) dijelaskan
bahwa belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap
dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Jadi belajar memiliki tiga
unsur, yaitu perubahan tingkah laku atau akhlak, adanya latihan atau
pengalaman, dan sebelum dikatakan belajar sudah terjadi proses perubahan yang
relatif lama.
Perilaku mencakup
pengetahuan,pemahaman, ketrampilan, sikap dan sebagainya yang kesemuanya tidak
dapat diindentifikasi dalam diri individu, di mana hal tersebut merupakan kecenderungan
yang dinamakan perilaku saja. Perilaku dapat diukur lewat behavioral
performance yang meliputi kemampuan menjelaskan, menyebutkan sesuatu atau
melakukan suatu perbuatan. Individu dapat dikatakan telah menjalani proses
belajar meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku.
2. Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip atau konsep-konsep belajar disampaikan oleh
Robert M.Gegne, (Muslam, dkk, 2004:28 ) meliputi :
a. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi
yang mirip dengan harapan pendidikan tentang respon anak yang diharapkan,
beberapa kali secara berturut-turut.
b. Pengalaman, adanya situasi dari respon
secara berulang-ulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan tingkah laku yang
dipraktikkan supaya belajar menjadi lebih sempurna dan lebih lama diingat.
c. Penguatan, adanya respon menyenangkan
seperti hadiah bagi prestasi belajar tertentu
d. Motivasi positif, percaya diri dalam belajar
e. Tersedia materi pelajaran yang lengkap dan
menyeluruh untuk memancing siswa
f. Ada upaya membangkitkan ketrampilan intelektual untuk
belajar
g. Ada strategi yang tepat untuk membiasakan anak-anak
dalam belajar
h. Aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor dalampengajaran.
3. Proses Perbuatan Belajar
Sebagaimana dikutip oleh Nana Sudjana dalam bukunya, Dasar-Dasar
Belajar Mengajar (2009:46), Gagne berpendapat bahwa terdapat delapan tipe
perbuatan yang diidentikkan sebagai perbuatan belajar. Delapan tipe
tersebut adalah :
a. Belajar Signal, yang merupakan proses belajar yang
paling sederhana yang melibatkan reaksi dan rangsangan saja.
b. Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan,
yaitu memberikan reaksi yang berulang-ulang ketika terjadi suatu penguatan
rangsangan. Membiasakan reaksi secara berulang-ulang dan permanen.
c. Belajar membentuk rangkaian, yaitu belajar yang
menghubungkan gejala/faktor /yang satu dengan lainnya sehingga membentuk sebuah
rangkaian yang berarti.
d. Belajar asosiasi verbal, yaitu memberikan reaksi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, terhadap perangsang yang diterimanya
e. Belajar membedakan hal yang majemuk, yaitu
memberikan reaksi yang berbeda terhadap perangsang yang hampir sama sifatnya.
f. Belajar konsep, yaitu menempatkan obyek menjadi
satu klasifikasi tertentu di dalam pemikiran dan konsepsi tertentu.
g. Belajar kaedah, yaitu menghubungkan beberapa
konsep.
h. Belajar memecahkan masalah dengan cara
menggabungkan beberapa kaedah dalam rangka menyelesaikan masalah tertentu.
4. Teori Behavioristik Dalam Proses Belajar
Dalam proses
pembelajar atau proses belajar tidak dapat dipisahkan dari adanya psikologi
behavioristik. Psikologi Behavioristik mengembangkan sebuah teori belajar yang
dinamakan Teori Behavioristik yang merupakan teori dalam pembelajaran yang
sudah dikenal lama, menjadi pelopor yang member pengaruh kuat, serta sudah
dipergunakan selama beberapa kurun waktu yang lama. Teori ini memiliki dua
jenis, pengkondisian klasikal (classical conditioning) yang diperkenalkan oleh
Ivan Petrovich Pavlov, seorang fisiolog, psikolog dan dokter dari Rusia, dan
pengkondisian operan (operant conditioning) yang dikemukakan oleh Burhus
F.Skinner, seorang psikologi berasal dari Amerika. Penjelasan singkat mengenai
kedua aliran Behavioristik tersebut sebagai berikut:
a. Aliran Pengkondisian Klasikal
Sebagaimana
dikutip oleh Muhammad Asrori, dalam buku Psikologi Pembelajaran (2008:7),
Ivan Pavlov menjelaskan dalam sebuah istilah yang dinamakan “Hukum
Perkaitan” (Law of Association), di mana seseorang akan mampu
mengingat suatu focus tertentu apabila ada semacam kail atau pancingan
ingatan yang berhubungan dan berkaitan langsung dengan fokus yang akan
diingatnya tersebut. Sebagai misalan, apabila kita melihat kendaraan
yang mewah, maka ingatan kita akan mengasosiasikan terhadap pemahaman
seketika bahwa pemiliknya adalah orang kaya.
b. Aliran Operan Dalam Pembelajaran
Dalam bukunya
yang berjudul “The Behavior of Organism”, yang diterbitkan tahun 1938,
Burrhus F.Skinner menyebutkan tentang aliran pengkondisian operan ini. Operan
diartikan oleh Skinner sebagai “bertindak ke atas”, yaitu bahwa
apabila organisme mendapakan sebuah respon baik,disebabkan oleh adanya tindakan
baik atau positif oleh organisme
tersebut. Burrhus mengumpamakan seekor anjing yang mengulang-ulang menjulurkan
kakinya ke depan kemudian anjing mendapatkan sesuatu makanan yang enak baginya,
maka anjing akan mengulang-ulangnya di masa yang akan datang untuk mendapatkan
makanan yang diinginkannya tersebut.Dalam pernyataan berikutnya, Skinner
membagi aliran ini dalam beberapa teknik yang bermanfaat dalam proses belajar
manusia, yaitu:
1) Pembentukan Respon (Shaping of Behaviour)
2) Generalisasi, diskriminasi dan penghapusan.
3) Jadwal penguatan.
4) Penguatan positif
5) Penguatan Intermiten
6) Penghapusan
7) Percontohan
8) Token economy
D. Pembiasaan
1. Pengertian Pembiasaan
Secara
etimologis kata “pembiasaan” berasal dari kata “biasa”. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia kata biasa berati lazim, biasa dan umum, seperti sediakala
sebagaimana yang sudah-sudah, sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari
kehidupan sehari-hari, sudah menjadi adat, sudah seringkali, sebagai yang
sudah-sudah, tidak menyalahi adat, atau tidak aneh. Dengan adanya prefiks “pe”
dan suffiks “an” menunjukkan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat
berarti suatu proses menjadikan sesuatu tindakan atau perbuatan terbiasa atau
bisa dilakukan oleh oleh seseorang, sehingga menjadi suatu tindakan yang tidak
aneh
lagi
baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya.. Kemudian, definisi
lainnya tertulis, Pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa” yang
berarti sebagai sedia kala, sebagai yang sudah-sudah, tidak menyalahi adat,
atau tidak aneh. (Poerwadarminta,
2007:153). Dengan adanya prefiks “pe” dan suffiks “an”
menunjukkan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat berarti suatu prosess
menjadikan sesuatu tindakan atau perbuatan terbiasa atau bisa dilakukan oleh
seseorang.
2. Pengertian Akhlak Mulia
Secara
etimologi, akhlak (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang
artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa
yang artinya menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq
(yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). Dengan pengertian etimologis
seperti ini, maka akhlak bukan hanya merupakan tata aturan manusia dengan
manusia lainnya, tetapi melibatkan tata perilaku antara manusia dengan Tuhannya,
dan bahkan dengan alam semesta. (Yunahar Ilyas, 2001:1).
Imam Ibrahim
Anis mendefinisikan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu,
makna mulia adalah terpuji atau baik. Sehingga akhlak
mulia merupakan suatu akhlak yang baik dan terpuji. Dalam Buku Panduan
Pembiasaan Akhlak Mulia Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (Depdiknas,
Depag, 2009:9) dijelaskan secara rinci, beberapa akhlak yang termasuk dalam bentuk
akhlak mulia, di mana siswa dilatih untuk melaksanakanya di sekolah, yaitu:
a. Akhlak kepada Allah
b. Akhlak kepada sesama manusia
c.
Akhlak terhadap diri sendiri.
d.
Akhlak terhadap lingkungan sekitar
3.
Pembiasaan Akhlak Mulia di Sekolah.
Sesuai
dengan buku Panduan Pembiasaan Akhlak Mulia Pendidikan Agama Islam Sekolah
Menengah Pertama (Depdiknas, Depag, 2009:25), termasuk materi yang
diajarkan di sekolah-sekolah menengah pertama, adalah sebagai berikut
a. Akhlak ketika masuk masjid
b. Akhlak membaca Al Qur’an
c. Akhlak berdo’a
d. Akhlak mulia ketika mendapat nikmat
e. Akhlak mulia ketika ditimpa musibah
f. Akhlak mulia pada orang tua
g. Akhlak mulia pada teman
h. Akhlak mulia kepada guru
i. Akhlak mulia kepada tetangga
j. Akhlak mulia ketika meminjamkan
k. Akhlak mulia ketika berbicara
l. Akhlak ketika bermain
m. Akhlak ketika berjanji
n. Akhlak ketika makan dan minum
o. Akhlak mulia ketika hendak tidur
p. Akhlak muia masuk rumah atau kelas
q. Akhlak ketika di kamar kecil
r. Akhlak ketika buang air kecil atau besar
s. Akhlak ketika berpakaian
t. Akhlak ketika bercermin
u. Akhlak ketika berkendaraan
v. Akhlak ketika belajar
w. Akhlak ketika bersin
x. Akhlak ketika menguap
y. Akhlak ketika meludah
z. Akhlak ketika sakit
BAB III
METODE EVALUASI
METODE EVALUASI
A. Metode Evaluasi
Jenis dan banyaknya variabel sangat mempengaruhi
pendekatan penelitian, namun jenis variabel juga dipengaruhi oleh jenis
pendekatan. Beberapa factor yang memberi pengaruh signifikan terhadap
pendekatan penelitian, yaitu tujuan penelitian, waktu dan dana yang tersedia,
tersedianya subyek penelitian, dan minat peneliti. Peneliti menerapkan jenis
kuantitatif, yang mana pembahasannnya menggunakan analisa deskriptif sebab
mengungkapkan tentang sebuah gambaran, yaitu analisis deskriptif untuk
mengungkapkan peran guru pembimbing dalam kegiatan pembiasaan akhlak mulia
siswa SMP Prayatna Medan. Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang
mendasar pada perhitungan angka-angka
atau statistik. (Suharsimi
Arikunto, 2007:213).
Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam
& Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi
pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach structured)
untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan.
Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif
pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP ini
terdiri dari 4 huruf yang diuraikan sebagai berikut:
a. Contect evaluation to serve planning decision.
Seorang evaluator harus cermat dan tajam memahami konteks evaluasi yang
berkaitan dengan merencanakan keputusan, mengidentifikasi kebutuhan, dan
merumuskan tujuan program.
b. Input Evaluation structuring decision. Segala
sesuatu yang berpengaruh terhadap proses pelaksanaan evaluasi harus disiapkan
dengan benar. Input evaluasi ini akan memberikan bantuan agar dapat menata
keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari berbagai
alternative yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang, membuat
strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur kerja dalam
mencapainya.
c. Process evaluation to serve implementing
decision. Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan implementasi suatu program.
Ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi
ini. Misalnya, apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di
lapangan? Dalam proses pelaksanaan program adakah yang harus diperbaiki? Dengan
demikian proses pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan
diperbaiki.
d. Product evaluation to serve recycling
decision. Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan keputusan apa yang akan
dikerjakan berikutnya. Apa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan
dengan program yang digulirkan? Apakah memiliki pengaruh dan dampak dengan adanya
program tersebut? Evaluasi hasil berkaitan dengan manfaat dan dampak suatu
program setelah dilakukan evaluasi secara seksama. Manfaat model ini untuk
pengambilan keputusan (decision making) dan bukti pertanggung jawaban
(accountability) suatu program kepada masyarakat. Tahapan evaluasi dalam model
ini yakni penggambaran (delineating), perolehan atau temuan (obtaining), dan
penyediakan (providing) bagi para pembuat keputusan.
TABEL
PENELUSURAN DATA DAN INSTRUMEN DATA EVALUASI PROGRAM MENGGUNAKAN MODEL CIPPP
NO
|
Variabel/Dimensi
|
Aspek
|
Kriteria
|
M.Peng.data
|
Instrumen
|
Sumber data
|
1.
|
C ( Conteks)
|
1. Siswa dapat mengetahui Akhlak terhadap Allah
2. siswa dapat mengetahui Akhlak terhadap sesama
manusia
3.siswa dapat mengetahui akhlak terhadap diri
sendiri
4.siswa dapat mengetahui Akhlak terhadap lingkungan
sekitar
|
≥ 30
Rendah
Rendah
|
· Observasi
· Wawancara
|
Non-tes
Non-tes
|
· Siswa
· Wali
kelas
· Guru
bidang studi
|
2.
|
I
(Input)
|
· Menentukan
siswa yang akan ikut program
· Menentukan
strategi pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa
· Menentukan
pada mata pelajaran apa pelaksanaan program dan siapa yang akan menjalankan
program
· Menyediakan
media pembelajaran yang akan digunakan
· Menentukan
tempat dan waktu pelaksanaan program
|
≥ 30
|
Analisis dokumen
|
|
· DKN
|
3.
|
P
( Proses)
|
· Pelaksanaan
program
· Mencatat
respon apa yang diberikan siswa terhadap materi
· Mengidentifikasi
hambatan-hambatan yang dialami selama program dilaksanakan
|
|
|
|
|
4.
|
P ( Produk )
|
· Jumlah siswa
yang mengalami perubahan
· Minat dan
motivasi siswa dalam belajar akhlak
yg baik
|
≥ 20
|
· Observasi
· Wawancara
|
Non-Tes
|
|
B. Lokasi dan
Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di SMP Prayatna Medan
Waktu
Penelitian dimulai dari bulan September s.d Desember 2010.
B. Prosedur
dan Kegiatan
Sesuai dari
penelitian ini, yaitu penelitian tindakan kelas maka penelitian ini memiliki
tahap yang berupa siklus sebagai berikut:
a.
Perencanaan
1.
Mengidentifikasi
berbagai hal terkait dengan masalah.
2.
Penelitian
perencanaan
3.
Menyusun
suatu layanan
4.
Membuat
media
b.
Tindakan
Hasil
Pada kegiatan
ini tindakan dilakukan penilitian bersama guru BK metode bimbingan tehnik
belajar pembiasaan akhlak mulia SMA Prayatna Medan. Penerapan cara belajar
melalui metode bimbingan tehnik belajar yang bimbingan tehnik belajar pembiasaan
akhlak mulia SMA Prayatna Medan untuk meningkatkan ahlak yang dimiliki para
siswa.
D.
Populasi dan
Sampel
1.
Populasi Penelitian
Yang dimaksud dengan penelitian adalah penyelidikan
suatu masalah secara sistematis, kritis,ilmiah dan formal, yang menggunakan
logika proses berpikir eskplisit yang setiap langkahnya dilakukan secara
terbuka sehingga dapat dikaji kembali, baik oleh yang bersngkutan maupun oleh
orang lain, dan informasinya dikumpulkan secara sistematis dan obyektif.
Penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu obyek, dengan menggunakan metode
tertentu untuk memperoleh data informasi yang bermanfaat. (Suharsimi Arikunto,
dkk,2009:53).
Definisi populasi menurut Sugiyono (2008:80) adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Sedangkan menurut Suharsimi, populasi adalah sebagai sejumlah
penduduk atau individu yang sedikitnya memiliki sifat yang sama (Suharsimi
Arikunto, 2002). Dengan dasar definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan,
tumbuhan, nilai atau peristiwa sebagai sumber data.
Populasi dalam
penelitian iniadalah seluruh siswa SMP Prayatna Medan berjumlah 85 siswa.
Tabel 1.
Populasi seluruh Peserta Didik SMP Prayatna Medan
NO
|
KELAS
|
L
|
P
|
TOTAL
|
1
|
VII
|
|
|
|
2
|
VIII
|
|
|
|
3
|
IX-A
|
|
|
|
4
|
IX-B
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. Sampel
Sugiyono
(2008:81) mendefinisikan sampel sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu
kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi, sehingga sampel yang diambil
dari populasi harus betul-betul representatif. Sampel diharuskan representatif, sebab supaya
hasil
penelitian benar-benar realitas yang sebenarnya, bukan
sangkaan atau perkiraan sepihak, yang menyimpulkan hanya sebagian atau bagian
tertentu dari sebuah
obyek penelitian. Dan besarnya jumlah sampel
penelitian menurut Sugiyono (2006:62) dapat menggunakan table Krejcie.
Berdasarkan table Krejcie dengan jumlah peserta didik orang, maka sampel yang
diambil sebanyak orang peserta didik. Adapun rincian sampel nya adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. Sampel Peserta Didik SMP Prayatna Medan
NO
|
KELAS
|
POPULASI
|
SAMPEL
|
1
|
VII
|
|
|
2
|
VIII
|
|
|
3
|
IX-A
|
|
|
4
|
IX-B
|
|
|
JUMLAH
|
|
|
|
E.
Pengumpulan Data
a.
Observasi adalah suatu tehnik dalam mempelajari jenis tingkah
laku secara individual.tehnik yang maksud ialah melihat apa yang dilaksanakan
seseorang (individu) dalam suatu situasi tertentu atau situasi yang bebas.
b.
Pengertian Wawancara
menurut sainuddin adalah tanya-jawab dengan seseorang untuk mendapatkan
keterangan atau pendapatnya tentang suatu hal atau masalah.
Dalam pengertian jurnalistik,
wawancara adalah suatu percakapan terpimpin dan tercatat atau suatu percakapan
secara tatap mula dimana seseorang mendapat informasi dari orang lain.
Wawancara
adalah kegiatan pencarian informasi dengan cara menanyakan secara mendetail dan
mendalam memancing dengan pernyataan maupun mengkonfirmasi suatu hal, agar
dapat diperoleh gambaran yang utuh tentang narasumber atau peristiwa maupun isu
tertentu.
1.
Defenisi
dimensi/aspek
a.
Variabel Penelitian
Segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya
dinamakan variabel. (Sugiyono,2008:60). Menurut Suharsimi Arikunto (2002),
variabel adalah gejala yang bervariasi dan yang menjadi obyek penelitian..
Variabel bebas adalah unsur yang mempengaruhi munculnya unsure lainnya.
Variabel terikat adalah unsur yang munculnya dipengaruhi oleh adanya variabel
lain.
2. Insrument
-
Tes adalah penilian yang dilakukan dengan
mempergunakan test atau yang telah ditentukan terlebih dahulu.
-
Non tes adalah tehnik ini tidak
menggunakan test
3. Responde/sumber
a.
Siswa
Dari siswa dipeloreh data langsung. Siswa berjumlah 85
siswa
b.
Wali Kelas
Wali kelas menjadi nara sumber siswa.untuk menganalisis
data-data siswa
c.
Guru bidang studi
Guru bidang studi nara sumber
nilai keseharian para siswa
F.
Teknik
Analisis Data
Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif Analisis
deskriptif menggunakan rumus prosentase. Data yang diperoleh dari angket dianalisis
untuk dideskripsikan variabel dengan menggunakan rumus prosentase, sebagai
berikut:
P% = X 100%
Keterangan :
50
n = Nilai yang didapat
N = Nilai total (Sutrisno Hadi, 1997)
Hasil penelitian prosentase dilakukan dengan
menghitung prosentase setiap indikator instrument dan setiap nomor item
instrument penelitian. Hasil perhitungan prosentase, kemudian dikonsultasikan
dengan criteria sebagai berikut :
77 % - 100 % = sangat baik
57 % - 76 % = cukup baik
41 % - 56 % = kurang baik
0 % - 40 % = tidak baik (Suharsimi Arikunto, 1997).
G. Kreteria
Keberhasilan
Kreteria keberhasilan program yang digunakan dengan
kreteria kuantitatif.kondisi maksimal
yang diharapkan untuk peningkatan program peran guru
pembimbingdalam kegiatan pembiasaan akhlak mulia di SMP Praytna Medan.
77 % - 100 % = sangat baik
57 % - 76 % = cukup baik
41 % - 56 % = kurang baik
0 % - 40 % = tidak baik (Suharsimi Arikunto, 1997).
DAFTAR PUSTAKA
1. A.Hassan, 1978, Tafsir Al Furqon,
Jakarta:Penerbit Persatuan Bangil
2. Depdiknas, 2008, Rambu-Rambu Penyelenggaraan
Bimbingan Dan Konseling Dalam
Jalur Pendidikan Formal. Diunduh dari halaman web
http://file.upi.edu/Direktori/A
3. Hana binti Abdul Aziz Ash-Shani, 2007, Agar
Anakmu Shalat Selalu, Klaten:Wafa
Press
4. I.Djumhur dan Moh.Surya, 1975, Bimbingan dan
Konseling di Sekolah,
Bandung:CV.Ilmu
5. Kanthi Puji Solehhati, 2005, Persepsi Klien
Tentang Keefektifan Konselor Dalam
Melaksanakan Konseling Individual Ditinjau Dari
Tingkat Pendidikan, Pengalaman
Kerja Dan Gender Konselor Di Sma Negeri Se-Kota Semarang
Tahun Ajaran
2004/2005
6. Muhammad Muhyidin, 2003, Bijak Mendidik Anak dan
Cerdas Memahami Orang Tua,
Jakarta:PT.Lentera Basritama
7. Muslam, 2004, Amdjad dan Asma’ul Husna, Teori
Belajar Robert M. Gegne,
Semarang:PKPI2
8.
Sardiman, 2009, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,
Jakarta:Rajawali Press
9. Soerjono Soekanto, 2004, Sosiologi Keluarga:
Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan
Anak,
Jakarta:Penerbit Rineka Cipta
10.
Sugiyono, 2008, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
Bandung:Alfabeta
wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik, 17
Agustus 2010, 21.13 WIB
Muantaffff non
BalasHapusiya, trimakasih
BalasHapus