Peraturan
Perundang-Undangan Yang Berkaitan Dengan Profesi BK
Bimbingan dan Konseling dalam Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional (UUSPN)
Perkembangan
bimbingan dan konseling tidak akan terlepas dari Undang-undang Sistim
Pendidikan Nasional (UUSPN). Legal atau tidaknya suatu profesi di tentukan
dengan Undang-undang tersebut. Apabila suatu profesi tidak memiliki dan atau
tidak tercantum dalam UUSPN maka profesi tersebut di nilai tidak legal namu
apabila tercantum maka di nilai legal dan memiliki dasar hukum.
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah ini untuk
mengetahui perkembangan bimbingan dan konseling dalam Undang-undang Sistim
Pendidikan Nasional (UUSPN) dan sebagai upaya untuk memenuhi syarat tugas mata
kuliah Profesi Bimbingan dan Konseling . Adapun judul makalah yang penulis
susun adalah, “Bimbingan dan Konseling dalam Undang-undang Sistim Pendidikan
Nasional (UUSPN)”.
1. Bimbingan dan
Konseling dalam Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional (UUSPN)
tempo dahulu.
UU No.2/1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) disahkan bulan Maret 1989 di
lingkungan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB). Timbul berbagai kegusaran
dan rasa was-was mengenai status tenaga bimbingan dalam UUSPN, juga
kekhawatiran mengenai implikasi dari pernyataan dalam UUSPN terhadap masa depan
jurussan PPB, nasib para lulusannya dan profesi bimbingan secara keseluruhan.
Hal ini disebabkan karena ada inkonsistensi antara Pasal 1 ayat 8 dengan Pasal
27 ayat 1, 2 dan 3.
Pasal 1 (8):
“Tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar,
dan atau melatih peserta didik”. (catatan: disini kata membimbing disebut lebih
dahulu).
Pasal 27 (1):
“Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih,
meneliti, mengembangkan, mengelola dan atau memberikan layanan teknis dalam
bidang pendidikan”.
Pasal 27 (2):
“Tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidik pengelola satuan pendidikan,
penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan,
laboran, serta teknisi sumber belajar”.
Pasal 27 (3):
“Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas
utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan
pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen”.
Berbagai dugaan
dan tafsiran muncul, ada yang mengatakan bahwa tidak dicantumkannya
pembimbing dalam UUSPN semata-mata karena terlupakan dan bukan kesengajaan.
Tetapi berdasarkan pengakuan anggota DPR RI, keterlupaan itu sangat kecil
kemungkinannya sebab setiap kata, kalimat, istilah, bahkan sampai titik dan
koma serta huruf besar atau kecil dibahas secara rinci beserta implikasi dan
kemungkinan tafsirannya yang bisa timbul. Lagi pula tidak mungkin ada
keterlupaan massal.
Namun ada
tafsiran yang lebih optimistik yaitu bahwa tenaga bimbingan secara implisit
masuk dalam pengertian tenaga kependidikan (Pasal 27) menurut rincian
Pasal 1 ayat 8. Secara logika memang harus demikian tafsirannya sebaliknya jika
tidak, maka ada inkonsistensi antar kedua Pasal ini.
Ada juga
tafsiran bahwa pengertian Pasal 1 ayat 8, kata membimbing tidak mengacu kepada
tenaga pembimbing, melainkan menunjuk pada pekerjaan bimbingan sebagai fungsi
dari tugas-tugas keguruan. Dalam hal ini disebut guru pembimbing (teacher counselor), pembimbing guru (counselor teacher) dan pembimbing penuh
(full counselor).
Guru-pembimbing
(teacher counselor) adalah tenaga
kependidikan yang tugas utamanya mengajar (guru) tetapi melakukan fungsi-fungsi
bimbingan. Selama menempuh preservice training mereka disiapkan menjadi untuk
guru, tetapi juga secara minimal dibekali oleh keterampilan membimbing, Bisa
juga mereka pernah mengikuti penataran bimbingan sehingga dipercaya oleh kepala
sekolah untuk melaksanakan bimbingan. Dalam hierarki penguasaan keprofesian
bimbingan dan dilihat dari latar belakang pendidikan akademiknya, guru
pembimbing termasuk klasifikasi “unprofessional”.
Pembimbing-guru
(counselor teacher) adalah pembimbing
yang melaksanakan tugas keguruan, namun secara akademik mereka disiapkan
sebagai tenaga bimbingan tapi mereka berdwifungsi dengan mengajar sebagai tugas
lain dari membimbing. Tenaga macam ini adalah lulusan PPB atau BP jenjang S1
atau D3.
Pembimbing penuh
(full counselor) adalah mereka yang
secara khusus disiapkan menjadi tenaga bimbingan dan memang di sekolah bertugas
secara penuh dalam layanan bimbingan. Mereka itulah yang disiapkan oleh jurusan
PPB atau BP yang disebutkan secara eksplisit dalam UUSPN.
Apa pun yang
dikatakan UUSPN, bagaimana pun tafsiran orang kepadanya dan sebanyak apa pun
kritik yang dilontarkan kepada petugas BP, namun sesungguhnya sumbangan yang
telah diberikan dalam bidang pendidikan cukup banyak. Sumbangan itu menyangkut
hal-hal yang berkaitan dengan kesulitan siswa baik dari segi belajar,
emosional, dan faktor lingkungan lainnya. Pada siswa, masalah seperti ini perlu
penanganan khusus oleh tenaga khusus (pembimbing) dan bekerjasama dengan guru.
Diakui bahwa
selama ini banyak petugas bimbingan yang belum mampu menjalankan tugasnya
dengan baik, namun hal ini tidak bisa digeneralisasikan sebagai kelemahan korps
pembimbing secara keseluruhan karena jika kita fair menilai kelemahan yang
ditemukan dalm bimbingan juga dihadapi oleh tenaga kependidikan yang lain.
2. Bimbingan dan Konseling dalam
Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional (UUSPN) tempo sekarang.
Dengan
disahkannya UU NO 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, memberikan makna
tersendiri bagi pengembangan profesi bimbingan dan konseling, dan melahirkan
berbagai Peraturan Pemerintah sebagai peletakan dasar pelaksanaan
Undang-undang tersebut. PP no 27, 28, 29, dan 30 tahun 1990 mengatur tata laksana
pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi serta mengakui sepenuhnya tenaga guru dan tenaga lain yang berperan
dalam dunia pendidikan, selain guru.
Peluang lain
yang memberikan angin baru badi pengembangan bimbingan dan konseling adalah SK.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 026/1989, yang menyatakan, “adanya
pekerjaan bimbingan dan konseling yang berkedudukan seimbang dan sejajar dengan
kegiatan belajar”. PP tersebut memberikan legalisasi yang cukup mantap bagi
keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Aspek legal
keberadaan konselor juga dipeyung UURI No. 20 tahun 2003 tentang Sistim
Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6 yang menyatakan, “Pendidik adalah tenaga
kepandidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan ke khususannya, serta
bepartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan” (PB ABKIN, 2005: 34)
KODE ETIK DAN PROFESIONALITAS
BIMBINGAN KONSELING
A. Pengertian
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika
suatu budaya. Aturan tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku
suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu. Etika
Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah
perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau
tanggung jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada
konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud
adalah:
1.
Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan
sebagai manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa,
agama, atau budaya.
2. Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan
dan mengarahkan diri.
3. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung
jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
4. Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli,
melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
5. Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu
yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).
Kode Etik adalah seperangkat standar,
peraturan, pedoman, dan nilai yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan
dalam suatu perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau
anggotanya, dan interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.
Kode Etik
Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku
profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota
profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode
Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi dan diamalkan oleh
pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota
(Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2)
B. Dasar Kode Etik Profesi
Bimbingan dan Konseling
1.
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
3.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan
3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
4.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor.
5.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
a. Pelanggaran Terhadap Kode Etik
Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia
mentaati kode etik. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap
pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga
dan pihak lain yg terkait. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan
sangsi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab Dewan Pertimbangan Kode Etik
ABKIN sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga
ABKIN, Bab X, Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
(1) Pada organisasi tingkat nasional
dan tingkat propinsi dibentuk DEWAN PERTIMBANGAN KODE ETIK BIMBINGAN DAN
KONSELING INDONESIA.
(2) Dewan Pertimbangan Kode Etik
Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1)
mempunyai fungsi pokok:
a. Menegakkan penghayatan
dan pengalaman Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
b. Memberikan
pertimbangan kepada Pengurus Besar atau Pengurus Daerah ABKlN atau adanya
perbuatan melanggar Kode Etik Bimbingan dan Konseling oleh Anggota setelah
mengadakan penyelidikan yang seksama dan bertanggungjawab.
c. Bertindak sebagai
saksi di pengadilan dalam perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan
konseling.
Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) adalah suatu organisasi profesi yang
beranggotakan guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan kualifikasi
pendidikan akademik strata satu (S-1) dari Program Studi Bimbingan dan
Konseling dan Program Pendidikan Konselor (PPK). Kualifikasi yang dimiliki
konselor adalah kemampuan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling
dalam ranah layanan pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karir bagi
seluruh konseli.
Konselor
profesional memberikan layanan berupa pendampingan (advokasi) pengkoordinasian,
mengkolaborasi dan memberikan layanan konsultasi yang dapat menciptakan peluang
yang setara dalam meraih kesempatan dan kesuksesan bagi konseli berdasarkan
prinsip-prinsip pokok profesionalitas:
1.
Setiap individu memiliki hak untuk dihargai, diperlakukan dengan hormat dan
mendapatkan kesempatan untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling.
Konselor memberikan pendampingan bagi individu dari berbagai latar belakang
kehidupan yang beragam dalam budaya; etnis, agama dan keyakinan; usia; status
sosial dan ekonomi; individu dengan kebutuhan khusus; individu yang mengalami
kendala bahasa; dan identitas gender.
2.
Setiap individu berhak memperoleh informasi yang mendukung kebutuhannya untuk
mengembangkan dirinya.
3.
Setiap individu mempunyai hak untuk memahami arti penting dari pilihan hidup
dan bagaimana pilihan tersebut akan mempengaruhi masa depannya.
4.
Setiap individu memiliki hak untuk dijaga kerahasiaan pribadinya sesuai dengan
aturan hukum, kebijakan, dan standar etika layanan.
Kode etik
Profesi Konselor Indonesia memiliki lima tujuan, yaitu:
1.
Melindungi konselor yang menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai penerima
layanan.
2.
Mendukung misi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
3.
Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan perilaku yang etis
bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling.
4.
Kode etik membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang profesional.
5.
Kode etik menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta
permasalahan yang datang dari anggota asosiasi.
B. Bentuk Pelanggaran
1. Terhadap
Konseli
a.
Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli
b.
Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
c.
Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d.
Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan
tindak lanjut).
2. Terhadap
Organisasi Profesi
a.
Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi
profesi.
b.
Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan
pribadi dan atau kelompok).
3. Terhadap
Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait
a.
Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja
sama, sikap arogan)
b.
Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan
masalah konseli.
C. Sangsi Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi
pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya
diberikan sangsi sebagai berikut.
1.
Memberikan teguran secara lisan dan tertulis
2.
Memberikan peringatan keras secara tertulis
3.
Pencabutan keanggotan ABKIN
4.
Pencabutan lisensi
5.
Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada
pihak yang berwenang.
D. Mekanisme Penerapan Sangsi
Apabila
terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat
2.
Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah
3.
Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif ringan maka penyelesaiannya
dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
4.
Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan
oleh konseli dan atau masyarakat.
5.
Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah
terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar